Sayap Untuk Malaikatku (cerbung)
SAYAP UNTUK MALAIKATKU (part 1)
Secercah cahaya masuk dari sela-sela
jendela kamarku, saat omah sedang menyibakkan tirai dan membuka jendela,
seperti biasa, hal ini lah yang selalu membangunkanku dari tidur lelapku dan
dari mimpi indahku. Terkadang aku berpikir lebih baik aku selalu berada di alam
mimpi daripada aku harus terbangun justru seakan terjerumus dalam mimpi buruk.
Leli ! ayo bangun, kamu kan harus
sekolah hari ini, ucap omah saat berusaha membangunkanku yang perlahan bangun
dari tidur dan duduk di tepi ranjang.
Omah mulai mendekat sambil membawakanku kursi roda. Perlahan omah membantuku untuk bisa duduk diatas kursi roda. Dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, disisa tenaganya yang mulai menua, opah masih terlihat kuat menopangku menuju kursi roda.
Omah mulai mendekat sambil membawakanku kursi roda. Perlahan omah membantuku untuk bisa duduk diatas kursi roda. Dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, disisa tenaganya yang mulai menua, opah masih terlihat kuat menopangku menuju kursi roda.
Perlu diketahui, alasan kenapa aku harus
duduk diatas kursi roda adalah karena kau mengalami masalah pada kedua kakiku
yang tidak kuat untuk menopangku berdiri, hal ini aku dapatkan dari awal
kelahiranku ke dunia ini. Omah sudah berusaha untuk membawaku ke dokter-dokter
ahli, namun sampai saat ini belum ada hasil yang memuaskan.
Aku adalah seorang anak yatim piatu,
ibuku meninggal saat melahirkanku sedangkan ayahku meninggal saat mencoba datang
kerumah sakit untuk melihat proses kelahiranku. Mobil ayah menabrak mobil lain
yang membuat ayah mengalami kecelakaan hebat hingga harus kehilangan nyawa.
Setidaknya itulah yang diceritakan oleh omah kepadaku.
Sampai saat ini aku merasa, begitu
banyak nyawa yang harus hilang untuk melahirkan anak cacat sepertiku ini ke
dunia. Perasaan ingin mengutuk diri sendiri selalu membayangiku setiap saat.
Namun omah selalu memberikanku semangat di tengah keterpurukanku. Omah lah yang
saat ini menjadi orang tuaku dari aku kecil hingga saat ini aku masuk SMP.
Tuhan telah memberikan sosok malaikat
untuk memberikan kasih sayang kepadaku yang tidak bisa aku dapatkan dari orang
tuaku. Omah yang hanya seorang pensiunan dari suatu perusahaan kecil selalu
berusaha memenuhi kebutuhan hidupku termasuk dengan mendaftarkan aku kesekolah.
Masa laluku memang sangat perih, dimana
aku sudah tidak merasakan kasih sayang kedua orang tuaku dari mulai aku lahir.
Bahkan aku tidak pernah melihat senyum mereka secara langsung. Namun sudahlah,
yang lalu tidak akan mungkin kembali, yang bisa kulakukan saat ini hanyalah
melangkah kedepan.
Bukankah saat ini satu hal yang pasti ku
tahu bahwa aku tidak sendiri, masih ada disana orang yang menyayangiku dengan
setulusnya kasih sayang. Dan juga orang tua ku yang mengawasiku dari pangkuan
Tuhan disurga. Aku tidak mungkin membiarkan kedua orang tuaku melihat aku
bersedih. Pasti aku agar mereka melihatku tersenyum seperti keinginanku yang
ingin melihat mereka tersenyum.
Dengan keadaanku yang seperti ini
mustahil rasanya kau akan hidup bahagia, mustahil rasanya akan ada yang
menyayangiku bahkan akan ada pria yang jatuh hati kepadaku. Hal itu pernah aku
rasakan, rasa putus asa yang begitu dalam benar-benar menyelimutiku.
Namun sekali lagi omah lah actor dibalik
kembali bergairahnya aku dalam menjalankan hidup. Omah selalu mampu menhidupkan
semangatku kembali bahkan disaat aku benar-benar merasa terpuruk dengan
hidupku. Omah selalu punya mantra-mantra luar biasa bahkan seakan mampu
menghidupkan orang yang telah mati sekalipun.
Omah tidak pernah mengeluh sedikitpun
bahkan disaat aku melakukan tindakan yang menyakiti hatinya. Tuhan telah
menjatuhkan aku kedalam pelukan orang yang tepat. Omah mungkin benar-benar
diberikan tugas khusus oleh Tuhan untuk membimbingku. Tuhan memang selalu tahu
apa yang dibutuhkan oleh hambanya.
Leli, sudah selesai sarapannya ? tanya
omah.
Sudah omah, jawabku
Kalau begitu ayo kita berangkat
kesekolah sekarang, ucap omah lagi.
Hari ini adalah hari pertama mulainya
masa sekolah. Saat ini aku adalah salah satu murid di SMPLB dikota ku. Dulu
omah sempat mendaftarkanku di beberapa sekolah untuk anak-anak normal, namun
saat melihat kondisiku yang seperti ini, tidak ada sekolah yang mau menerimaku
dengan alasan mereka khawatir aku akan menjadi bahan ejekan anak-anak lain dan
itu akan mengganggu konsentrasi belajarku.
Akhirnya omah pun mendaftarkan ku ke
sekolah luar biasa. Meskipun itu terasa berat untukku, dan omah pun mengetahui
perasaanku ini. Bagaimana tidak, aku merasa aku sama dengan anak-anak normal
lain, aku hanya tidak mampu untuk berjalan, namun aku harus satu sekolah dengan
anak-anak yang memang memiliki banyak kekurangan.
Hari-hari awalku selalu dipenuhi tangis.
Setiap pulang sekolah aku selalu langsung menangis dipelukan omah. Aku masih
tidak bisa menerima jika aku harus bersekolah disitu, bahkan sempat terlontar
dari mulutku, aku ingin berhenti sekolah. Omah sempat merasa terkejut dengan
kata-kataku itu. Namun untuk kesekian kalinya omah berhasil membuatku merasa
tenang, omah berhasil membuatku menarik kata-kataku tadi. Selain itu jika kau
berhenti, tentu aku akan menyakiti hati Omah yang telah berusaha mencarikanku
tempat sekolah. Tentu aku tidak ingin melihat Omah sedih.
Hari berganti, aku mulai bisa menerima
kenyataan ini. Meski hati kecilku masih memberontak dengan keadaan ini. Tapi
aku yakin Tuhan punya jalan adil untuk semua ini. Dari begitu banyak hal yang
membuatku kecewa dengan hal ini, masih ada nilai positif yang bisa ku ambil. Di
sini aku selalu melihat teman-temanku tertawa lepas, tidak pernah ada dalam
wajah mereka tertulis rasa penyesalan telah terlahir di dunia ini. Yang mereka
tahu hanyalah terus tersenyum apapun yang terjadi.
Bahkan saat mereka mendapat ejekan dari
anak-anak yang bersekolah di sekolah biasa. Kebetulan sekolahku bersebelahan
dengan sekolahan anak biasa. Terkadang aku jengkel dengan perlakuan mereka
kepada teman-temanku yang sudah kelewat batas. Namun tersembunyi kekagumanku
yang luar biasa kepada teman-temanku ini. Tak ada air mata yang membasahi wajah
mereka, yang ada hanya senyum yang terlukis di wajah mereka. Bahkan aku sendiri
merasa ingin membalas mereka yang telah menghina teman-temanku, namun
teman-temanku, untuk berpikir tentang balas dendam saja tidak pernah ada
tertulis di kepala mereka.
Teman-temanku ini memang sungguh luar
biasa, begitu banyak hal yang seharusnya bisa ku ambil dari kebersamaanku
dengan mereka. Dari mereka aku belajar bahwa aku harus selalu bersyukur dan
ikhlas dengan apapun yang diberikan Tuhan. Dari mereka aku belajar bahwa tanpa
kesempurnaan pun mereka masih bisa tersenyum.
Namun dengan kekagumanku kepada
teman-temanku ini, masih terselip rasa dendam kepada mereka yang tidak
menghargai keberadaan kami ini.aku mulai merasa bahwa tidak ada diantara
orang-orang yang mengaku sepurna itu yang benar-benar baik, kecuali Omah.
Tanggapanku terhadap mereka benar-benar sudah buruk.
Bahkan aku berpikir seharusnya merekalah
yang menerima nasib seperti yang kami alami ini. Mereka tidak menampakkan rasa
syukur mereka yang telah dilahirkan dalam keadaan mereka yang sempurna. Bahkan
mereka malah memanfaatkan kesempurnaan mereka untuk menghina kami yang tidak
seperti mereka.
Namun ternyata aku melakukan sedikit
kesalahan dengan mengkategorikan mereka semua kedalam kelompok manusia jahat.
Ternyata diantara mereka ada seseorang yang membuatku harus menelan kembali
kata-kataku itu. Malaikat yang tak pernah kuduga ada dibalik mereka semua.
Hal ini bermula saat mereka mengejekku
yang sedang menunggu Omahku yang akan menjemputku pulang. Saat itu juga
bersamaan dengan selesainya jam belajar anak sekolah sebelah. Tiba-tiba ada segerombolan
anak-anak yang sering mengganggu teman-temanku mendekat ke arahku.
“hei anak cacat ! ngapain kamu disitu ? mau jadi satpam ya ?” ejek salah seorang dari mereka.
“mungkin dia lagi nungguin malaikat maut, karena dia sudah gak tahan lagi hidup dengan keadaan cacat.” Sambung anak yang lain yang juga langsung disertai tawa dari mereka semua.
Aku tidak bisa melawan. Aku seakan kehilangan daya untuk membalas kata-kata mereka. Yang bisa kulakukan hanyalah merunduk dan mulai menangis. Mereka terus saja tertawa dan terus menghinaku.
“hei lihat anak cacat ini mulai nangis, hahaha”
Aku tak tahan lagi mendengar hinaan mereka, hingga tiba-tiba terdengar suara yang seakan memberikan angin segar kepadaku.
“hei, apa yang kalian lakukan pada gadis ini ?, beraninya cuma ganggu cewek aja, pergi sana kalian sebelum aku pukul kalian satu per satu” ucap sumber suara tersebut.
“hei anak cacat ! ngapain kamu disitu ? mau jadi satpam ya ?” ejek salah seorang dari mereka.
“mungkin dia lagi nungguin malaikat maut, karena dia sudah gak tahan lagi hidup dengan keadaan cacat.” Sambung anak yang lain yang juga langsung disertai tawa dari mereka semua.
Aku tidak bisa melawan. Aku seakan kehilangan daya untuk membalas kata-kata mereka. Yang bisa kulakukan hanyalah merunduk dan mulai menangis. Mereka terus saja tertawa dan terus menghinaku.
“hei lihat anak cacat ini mulai nangis, hahaha”
Aku tak tahan lagi mendengar hinaan mereka, hingga tiba-tiba terdengar suara yang seakan memberikan angin segar kepadaku.
“hei, apa yang kalian lakukan pada gadis ini ?, beraninya cuma ganggu cewek aja, pergi sana kalian sebelum aku pukul kalian satu per satu” ucap sumber suara tersebut.
Aku merasa benar-benar aman dengan
kata-kata tadi, namun aku masih belum berani melihat siapakah pemilik suara
itu. Hingga aku merasakan seseorang mendekatiku dan berbisik kearahku,
“maafin teman-temanku tadi ya, mereka
mungkin sedang khilaf dengan kelakuan mereka, tapi sekarang kamu sudah aman,
mereka sudah kusuruh pergi” ucap pria tersebut.
Aku merasa benar-benar nyaman mendengar
suara itu, namun aku masih belum berani melihat orang yang telah menolongku
itu.
“apa kamu mau pulang, boleh saya
mengantarkanmu sebagai permintaan maaf atas perlakuan teman-temanku tadi
kepadamu ?” ucapnya mencoba menawarkan bantuan kepadaku.
Aku semakin merasa kagum dengan pemilik
suara ini, dia mau mengorbankan dirinya sebagai permintaan maaf yang sebenarnya
bukan dia yang melakukan kesalahan itu. Tapi aku menolak tawaran itu dengan
menggelengkan kepala, tanpa mengucapkan apapun kepadanya, termasuk ucapan
terima kasih karena telah menolongku tadi.
“baiklah kalau kamu tidak mau, kalau
begitu aku pulang duluan, hapuslah terlebih dulu air matamu, karena langit
pasti akan marah jika melihat ada bidadari yang sedang menangis”, ucap pria itu
lagi.
Setelah itu diapun pergi, dan sesaat
kemudian omah dating menjemputku.
“maaf omah datang terlambat, tadi
dijalan agak sedikit macet”
Mendengar suara omah aku merasa tenang
dan mulai berani lagi untuk menatap kedepan. Sambil Omah membawaku masuk
kedalam mobil, aku berusaha melihat sekeliling, mencari tahu siapakah malaikat
tadi yang telah melindungiku. Namaun tidak ada lagi orang lain yang terlihat.
Orang itu dating dan pergi secepat angin. Tiba-tiba saja dating dan begitu
cepat menghilang. Apa sebenarnya tadi hanyalah mimpi saja, dan kejadian itu
tidak benar-benar terjadi ?
Sepanjang perjalanan pulangpun aku masih
berpikir tentang kejadian tadi, dan ternyata Omah menyadari keanehanku yang
daritadi hanya melamun saja ?
“kamu kenapa Lel ? apa kamu sakit, ko’
dari tadi Cuma bengong aja ?” ucap Omah yang sedikit mengagetkanku.
“gak apa-apa ko’ Omah, cuma agak capai
aja” jawabku seadanya.
Hingga sampai dirumahpun aku masih memikirkan
kejadian yang tadi aku alami di Sekolah. Sambil berbaring dikamar aku terus
mengenang-ngenang suara dan ucapan dari orang tadi. Orang itu benar-benar
membuat rasa takutku hilang. Selama ini yang bisa melakukan itu hanyalah Omah
saja.
Aku merasa menyesal kenapa tadi aku
tidak berani menatap wajahnya untuk setidaknya mengucapkan terima kasih. Bahkan
untuk melihat punggungnyapun aku tidak bisa. Berdosakah aku yang enggan
memalingkan wajahku kearah orang yang telah menolongku ?
Terkadang aku sering senyum-senyum sendiri
jika mengingat kejadian itu, dan terkadang timbul perasaan bersalah karena tak
sempat berterima kasih. Hal ini juga disadari Omah yang melihat keanehan pada
ku yang sering berubah-ubah perasaannya.
“ada apa si Lel ? belakangan ini ko’ kamu sering senyum-senyum sendiri terus tiba-tiba menampakkan raut wajah penyesalan ? omah jadi pensaran,” tanya omah kepadaku.
“gak apa-apa ko’ omah, Leli baik-baik aja, gak ada yang perlu Omah khawatirkan” jawabku.
“ada apa si Lel ? belakangan ini ko’ kamu sering senyum-senyum sendiri terus tiba-tiba menampakkan raut wajah penyesalan ? omah jadi pensaran,” tanya omah kepadaku.
“gak apa-apa ko’ omah, Leli baik-baik aja, gak ada yang perlu Omah khawatirkan” jawabku.
Maafkan aku Omah yang harus kembali berbohong.
Tapi aku sendiri tidak tahu harus menjawab apa, aku sendiri tidak bisa
menafsirkan perasaanku sendiri. Karena sebelumnya aku belum pernah merasakan
rasa sakit yang tidak terasa ini.
Tuhan, engkaulah yang mengetahui langit
dan bumi, engkaulah yang menguasai masa lalu dan masa depan. Tuhan, aku ingin
bisa melihat malaikat yang telah memberikanku kedamaian saat aku terdesak, yang
telah memberikanku kesejukan disaat aku gersang. Tuhan, atas namamu izinkan lah
aku menemuinya walau aku hanya melihat punggungnya.
Doaku saat ini hanyalah ingin bisa
bertemu dengan pemilik suara itu, entah kapan aku bisa melihatnya lagi, atau
mungkin itulah terakhir kali aku mendengar suara itu. Tuhan aku butuh berkatmu.
*BERSAMBUNG*
*BERSAMBUNG*