-->
Motivasi Menulis

Sayap Untuk Malaikatku (part 2)




Aku tak tahu ekspresi seperti apa yang harus terpahat di wajahku ini. Senang ? iya, aku memang sedang dilanda suatu perasaan bahagia yang begitu besar, aku menemukan satu lagi malaikat yang ada di dunia ini selain omahku. Sedih ? iya, aku juga sedih, karena rasa penyesalan yang dalam akan kebodohanku yang tidak berani untuk menatap mata malaikat itu. Haruskah aku tersenyum didalam rasa penyesalan, atau aku harus bercucuran air mata didalam rasa bahagia yang terselip di setiap tetes air mata.
Hari-hariku berjalan penuh penantian. Aku seperti benar-benar merasakan mendapat nyawa tambahan. Setiap hari aku tak punya tujuan hidup lain selain berusaha bertemu dengan malaikat itu. Satu detik saja sudah cukup untuk aku memulihkan rasa yang menggantung dihatiku.
Di setiap pulang sekolah aku selalu menunggu dengan harap. Aku sengaja meminta omah untuk menjemputku sedikit terlambat, tujuannya hanya satu, aku ingin mengalami kejadian yang sama seperti beberapa hari yang lalu. Aku tak memikirkan kepedihan yang aku terima jika nanti aku di ejek dari anak-anak yang lain, karena aku yakin nanti malaikat itu akan datang lagi menghapus kepedihan itu.
Berhari-hari aku jalani hariku dengan menapak pada harapan. Namun tak ada titik terang dari semua itu. Setiap hari yang lewat dimataku hanyalah sekelompok anak-anak remaja yang mengejekku. Hal ini membuatku semakin terpuruk dalam harapan.
Aku mulai putus asa dengan semua ini. Aku mulai berpikir bahwa kejadian itu hanyalah mimpi dan kini aku sudah terbangun. Semakin hari aku semakin tenggelam didalam penantian tiada akhir, didalam pertanyaan tanpa jawaban.
Tapi aku sadar, tidak mungkin aku seperti ini terus, terkurung dalam kesedihan. Aku tak mau omah sampai tahu bahwa aku kembali bersdih untuk hal yang aku sendiri tidak tahu apa aku benar-benar telah mengalaminya. Aku harus bangkit dan kembali mengubah arah hidupku yaitu untuk melukis senyum diwajah omah.
Sebentar lagi aku menempuh ujian nasional. Ini lah langkah pertamaku untuk menyenangkan omah. Hariku saat ini dipenuhi dengan kegiatan pembelajaran, seakan tidak ada lagi waktu yang aku punya untuk bersantai. Bahkan dihari libur sekalipun aku masih harus mengikuti les privat. Rasa lelah dan kejenuhan mulai menggrogoti diriku, tapi itu semua langsung hilang bila aku melihat wajah omah yang tersenyum untuk memberikanku semangat.
Semua kesibukan itu telah membuatku melupakan sesuatu yang dulu pernah aku harapkan. Tak ada lagi di otakku ini rencana untuk bisa bertemu dengan malaikatku. Semuanya terhapus oleh impian untuk membahagiakan omah. Berlebihan mungkin, tapi itulah impian seorang anak yang dilahirkan didunia ini tanpa pernah melihat wajah kedua orangtuanya, bahkan orang tuanyapun tidak pernah melihat anaknya sendiri.
“Leli ?,” omah menyadarkanku dari lamunanku.
“ iya omah, ada apa ?”
“apa kamu lelah dengan semua kegiatan yang kamu lakukan ini ?”, tanya omah padaku.
Pertanyaan itu sungguh mengagetkanku. Omah seakan tahu apa yang aku rasakan. Ingin sekali aku mengatakan “iya”. Tapi aku takut itu akan melukai omah.
“gak ko’ omah, leli gak pernah merasa capek, leli senang dengan yang leli jalani sekarang, leli sadar ini demi masa depan Leli”, jawabku mencoba menyenangkan omah,
“omah senang dengar kamu ngomong gitu, omah takut terlalu membebanimu. Leli, jika nanti kamu berhasil lulus, omah akan kembali berusaha mendaftarkan kamu masuk sekolah anak-anak normal”, ucap omah lagi,
Mendengar hal itu aku benar-benar merasa sangat bahagia, semua kejenuhan yang sempat aku rasakan tampaknya akan terbayar lunas. Semangatku untuk terus belajar kembali memuncak. Aku kembali menemui alasan kenapa aku harus terus berusaha dan tak putus asa.
            Dengan aku bisa masuk sekolah untuk anak normal berarti akan ada harapan baru bahwa aku akan bisa bertemu dengan malaikatku itu. Sungguh tak sabar rasanya menanti saat itu, meskipun belum tentu ada sekolah yang meau menerimaku, kalaupun ada apakah itu adalah sekolah yang sama yang dipilih oleh malaikatku itu.
            Tidak hanya itu saja pertanyaan yang terselip di hatiku, sebuah pertanyaan kecip mengusik hatiku, apakah nanti mereka bisa menerima hadirku nantinya ? apakah aku hanya akan menjadi bahan ejekan dari teman-teman baruku ini ? seperti yang sempat ditakutkan oleh sekolah-sekolah yang menolakku.
            ********
            3 bulan telah berlalu, akhirnya aku dinyatakan telah lulus, dan bisa melanjutkan sekolah ke SMA. Aku senang, karena sebentar lagi aku bisa bersekolah di sekolah normal, tapi aku juga sedih, aku takut hari-hariku nanti akan berjalan dengan dipenuhi oleh ejekan-ejekan, dan aku juga sedih harus meninggalkan teman-temanku disini, selama ini hanya mereka yang mampu menghargaiku.

            “Tuhan, engkau yang ada di langit dan di bumi, dan tak pernah hilang dari hatiku,
semoga hari-hariku nanti selalu dipenuhi berkah-Mu Tuhan”

            Hari ini aku dan omah akan mencoba mendaftarkan aku ke SMA. Tak biasanya aku bisa langsung terbangun dari tidur tanpa dibangunkan omah, mungkin ini semangat yang aku dapatkan karena sudah tidak sabar lagi menanti hari ini.

            “wah, malaikat omah tumben bangunnya cepet ? semangat sekali kayaknya hari ini”, terdengar suara omah yang masuk ke kamarku dan mengambilkan kursi roda untukku.

            Omah kembali menggendongku dan menaikkan ku ke kursi roda. Hal ini lah yang belum bisa aku lakukan sendiri. Di usia omah yang semakin tua, omah masih menyempatkan tenaganya hanya untuk menaikkan ku ke kursi roda. Entah kapan dan bagaimana nantinya aku bisa membalas semua yang telah di berikan omah kepadaku.
            Hari ini untuk pertama kalinya aku masuk ke lingkungan sekolah normal. Yang kulihat mereka semua berbicara dengan bebasnya, tak seperti saat di sekolah lama ku, dimana kebanyakan anak menggunakan bahasa isyarat.
            Omah sudah masuk ke ruang kepala sekolah, sementara aku menunggu di luar. Banyak siswa-siswa sini yang lewat di hadapanku, dan mereka semua melihat ke arahku dengan tatapan  yang aneh. Aku merasa malu ditatapi seperti itu. Mungkin karena mereka belum pernah melihat seorang anak cacat masuk ke sekolah mereka.
            Aku melihat ke dalam melalui jendela, ku lihat omah sedikit menangis. Sejenak omah melihat ke arah ku, dan terlihat air mata mengalir di wajahnya. Aku mulai pesimis, harapanku kembali harus pupus, namun tampaknya omah masih berusaha meyakinkan kepala sekolah agar aku bisa diterima disini. Selang beberapa lama omah kembali melihat ke arahku, kali in omah tersenyum. Aku tahu itu adalah isyarat bahwa aku diberi kesempatan untuk sekolah di sini.
            Omah keluar dari ruangan kepala sekolah dan langsung memelukku,

            “kamu diterima, kamu bisa sekolah disini. Mulai sekarang kamu akan terlihat sama dengan semua anak-anak ini” omah menyampaikan apa yang baru saja Ia perjuangkan didalam sana.

            Betapa bahagianya aku dengan apa yang aku dapat hari ini. Semua harapanku selama ini benar-benar tercapai. Aku merasa masih belum percaya bahwa sebentar lagi aku akan duduk sejajar dengan mereka yang daritadi melintas dimataku. Yang masih belum aku tahu adalah bagaiman nantinya tanggapan mereka terhadap hadirku. Hanya engkau yang tahu, Tuhan.
            Aku ingin hari itu segera tiba. Aku ingin saat ini aku tertidur dan terbangun saat hari itu tiba. Sebelum saat itu tiba, biarkan aku terus tertidur. Dan bangunkan aku dengan mimpi indah di hadapanku nantinya.

            
Labels: goresanku

Thanks for reading Sayap Untuk Malaikatku (part 2). Please share...!

0 Komentar untuk "Sayap Untuk Malaikatku (part 2)"

Back To Top