Aku tak tahu ekspresi seperti apa yang
harus terpahat di wajahku ini. Senang ? iya, aku memang sedang dilanda suatu
perasaan bahagia yang begitu besar, aku menemukan satu lagi malaikat yang ada
di dunia ini selain omahku. Sedih ? iya, aku juga sedih, karena rasa penyesalan
yang dalam akan kebodohanku yang tidak berani untuk menatap mata malaikat itu.
Haruskah aku tersenyum didalam rasa penyesalan, atau aku harus bercucuran air
mata didalam rasa bahagia yang terselip di setiap tetes air mata.
Hari-hariku berjalan penuh penantian.
Aku seperti benar-benar merasakan mendapat nyawa tambahan. Setiap hari aku tak
punya tujuan hidup lain selain berusaha bertemu dengan malaikat itu. Satu detik
saja sudah cukup untuk aku memulihkan rasa yang menggantung dihatiku.
Di setiap pulang sekolah aku selalu
menunggu dengan harap. Aku sengaja meminta omah untuk menjemputku sedikit
terlambat, tujuannya hanya satu, aku ingin mengalami kejadian yang sama seperti
beberapa hari yang lalu. Aku tak memikirkan kepedihan yang aku terima jika
nanti aku di ejek dari anak-anak yang lain, karena aku yakin nanti malaikat itu
akan datang lagi menghapus kepedihan itu.
Aku mulai putus asa dengan semua ini.
Aku mulai berpikir bahwa kejadian itu hanyalah mimpi dan kini aku sudah
terbangun. Semakin hari aku semakin tenggelam didalam penantian tiada akhir,
didalam pertanyaan tanpa jawaban.
Tapi aku sadar, tidak mungkin aku
seperti ini terus, terkurung dalam kesedihan. Aku tak mau omah sampai tahu
bahwa aku kembali bersdih untuk hal yang aku sendiri tidak tahu apa aku
benar-benar telah mengalaminya. Aku harus bangkit dan kembali mengubah arah
hidupku yaitu untuk melukis senyum diwajah omah.
Sebentar lagi aku menempuh ujian
nasional. Ini lah langkah pertamaku untuk menyenangkan omah. Hariku saat ini
dipenuhi dengan kegiatan pembelajaran, seakan tidak ada lagi waktu yang aku
punya untuk bersantai. Bahkan dihari libur sekalipun aku masih harus mengikuti
les privat. Rasa lelah dan kejenuhan mulai menggrogoti diriku, tapi itu semua
langsung hilang bila aku melihat wajah omah yang tersenyum untuk memberikanku
semangat.
Semua kesibukan itu telah membuatku
melupakan sesuatu yang dulu pernah aku harapkan. Tak ada lagi di otakku ini
rencana untuk bisa bertemu dengan malaikatku. Semuanya terhapus oleh impian
untuk membahagiakan omah. Berlebihan mungkin, tapi itulah impian seorang anak
yang dilahirkan didunia ini tanpa pernah melihat wajah kedua orangtuanya,
bahkan orang tuanyapun tidak pernah melihat anaknya sendiri.
“Leli ?,” omah menyadarkanku dari
lamunanku.
“ iya omah, ada apa ?”
“apa kamu lelah dengan semua kegiatan
yang kamu lakukan ini ?”, tanya omah padaku.
Pertanyaan itu sungguh mengagetkanku.
Omah seakan tahu apa yang aku rasakan. Ingin sekali aku mengatakan “iya”. Tapi
aku takut itu akan melukai omah.
“gak ko’ omah, leli gak pernah merasa
capek, leli senang dengan yang leli jalani sekarang, leli sadar ini demi masa
depan Leli”, jawabku mencoba menyenangkan omah,
“omah senang dengar kamu ngomong gitu,
omah takut terlalu membebanimu. Leli, jika nanti kamu berhasil lulus, omah akan
kembali berusaha mendaftarkan kamu masuk sekolah anak-anak normal”, ucap omah
lagi,
Mendengar hal itu aku benar-benar merasa
sangat bahagia, semua kejenuhan yang sempat aku rasakan tampaknya akan terbayar
lunas. Semangatku untuk terus belajar kembali memuncak. Aku kembali menemui
alasan kenapa aku harus terus berusaha dan tak putus asa.
Dengan aku bisa masuk sekolah untuk
anak normal berarti akan ada harapan baru bahwa aku akan bisa bertemu dengan
malaikatku itu. Sungguh tak sabar rasanya menanti saat itu, meskipun belum
tentu ada sekolah yang meau menerimaku, kalaupun ada apakah itu adalah sekolah
yang sama yang dipilih oleh malaikatku itu.
Tidak hanya itu saja pertanyaan yang
terselip di hatiku, sebuah pertanyaan kecip mengusik hatiku, apakah nanti
mereka bisa menerima hadirku nantinya ? apakah aku hanya akan menjadi bahan
ejekan dari teman-teman baruku ini ? seperti yang sempat ditakutkan oleh
sekolah-sekolah yang menolakku.
********
3 bulan telah berlalu, akhirnya aku
dinyatakan telah lulus, dan bisa melanjutkan sekolah ke SMA. Aku senang, karena
sebentar lagi aku bisa bersekolah di sekolah normal, tapi aku juga sedih, aku
takut hari-hariku nanti akan berjalan dengan dipenuhi oleh ejekan-ejekan, dan
aku juga sedih harus meninggalkan teman-temanku disini, selama ini hanya mereka
yang mampu menghargaiku.
“Tuhan, engkau yang ada di langit
dan di bumi, dan tak pernah hilang dari hatiku,
semoga
hari-hariku nanti selalu dipenuhi berkah-Mu Tuhan”
Hari ini aku dan omah akan mencoba
mendaftarkan aku ke SMA. Tak biasanya aku bisa langsung terbangun dari tidur
tanpa dibangunkan omah, mungkin ini semangat yang aku dapatkan karena sudah
tidak sabar lagi menanti hari ini.
“wah, malaikat omah tumben bangunnya
cepet ? semangat sekali kayaknya hari ini”, terdengar suara omah yang masuk ke
kamarku dan mengambilkan kursi roda untukku.
Omah kembali menggendongku dan
menaikkan ku ke kursi roda. Hal ini lah yang belum bisa aku lakukan sendiri. Di
usia omah yang semakin tua, omah masih menyempatkan tenaganya hanya untuk
menaikkan ku ke kursi roda. Entah kapan dan bagaimana nantinya aku bisa
membalas semua yang telah di berikan omah kepadaku.
Hari ini untuk pertama kalinya aku
masuk ke lingkungan sekolah normal. Yang kulihat mereka semua berbicara dengan
bebasnya, tak seperti saat di sekolah lama ku, dimana kebanyakan anak
menggunakan bahasa isyarat.
Omah sudah masuk ke ruang kepala
sekolah, sementara aku menunggu di luar. Banyak siswa-siswa sini yang lewat di
hadapanku, dan mereka semua melihat ke arahku dengan tatapan yang aneh. Aku merasa malu ditatapi seperti
itu. Mungkin karena mereka belum pernah melihat seorang anak cacat masuk ke
sekolah mereka.
Aku melihat ke dalam melalui
jendela, ku lihat omah sedikit menangis. Sejenak omah melihat ke arah ku, dan
terlihat air mata mengalir di wajahnya. Aku mulai pesimis, harapanku kembali
harus pupus, namun tampaknya omah masih berusaha meyakinkan kepala sekolah agar
aku bisa diterima disini. Selang beberapa lama omah kembali melihat ke arahku,
kali in omah tersenyum. Aku tahu itu adalah isyarat bahwa aku diberi kesempatan
untuk sekolah di sini.
Omah keluar dari ruangan kepala
sekolah dan langsung memelukku,
“kamu diterima, kamu bisa sekolah disini. Mulai sekarang kamu akan terlihat sama dengan semua anak-anak ini” omah menyampaikan apa yang baru saja Ia perjuangkan didalam sana.
“kamu diterima, kamu bisa sekolah disini. Mulai sekarang kamu akan terlihat sama dengan semua anak-anak ini” omah menyampaikan apa yang baru saja Ia perjuangkan didalam sana.
Betapa bahagianya aku dengan apa
yang aku dapat hari ini. Semua harapanku selama ini benar-benar tercapai. Aku
merasa masih belum percaya bahwa sebentar lagi aku akan duduk sejajar dengan
mereka yang daritadi melintas dimataku. Yang masih belum aku tahu adalah
bagaiman nantinya tanggapan mereka terhadap hadirku. Hanya engkau yang tahu,
Tuhan.
Aku ingin hari itu segera tiba. Aku
ingin saat ini aku tertidur dan terbangun saat hari itu tiba. Sebelum saat itu
tiba, biarkan aku terus tertidur. Dan bangunkan aku dengan mimpi indah di
hadapanku nantinya.
Labels:
goresanku
Thanks for reading Sayap Untuk Malaikatku (part 2). Please share...!
0 Komentar untuk "Sayap Untuk Malaikatku (part 2)"