-->
Motivasi Menulis

Resiko Deteksi dan Perancangan Pengujian Substantif


A.    Menentukan Risiko Deteksi
            Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan menemukan salah satu material yang ada dalam sebuah asersi. Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen keempat atau terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu pernyataan/asersi. Merancang pengujian substantif meliputi :
a.       Sifat,
b.      Waktu
c.       Luas Pengujian
d.      Penentuan staf audit.
Rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan yang dinyatakan dengan model sebagai berikut . 
 

          RD = RA / RB x RP


Keterangan :
RA = Risiko Audit
RB = Risiko Bawaan
RP = Risiko Pengendalian
RD = Risiko Deteksi


Hubungan antara strategi, risiko deteksi yang direncanakan, audit pendahuluan, dan tingkat  pengujian substantif.
Strategi Audit Pendahuluan
Risiko Deteksi yang Direncanakan
Memperoleh Keyakinan yang Direncanakan dari :
Tingkat Pengujian Substantif yang Direncanakan
Pendekatan pengujian substantif utama  yang menekankan pengujian rincian
Rendah atau sangat rendah
Pengujian rincian atas transaksi dan saldo
Tingkat yang lebih tinggi
Tingkat risiko pengendalian yang dinilai lebih rendah
Sedang atau tinggi
Pengujian pengendalian
Tingkat yang lebih rendah
Pendekatan pengujian substantif utama yang menekankan prosedur analitis
Rendah atau sangat rendah
Prosedur analitis
Tingkat yang lebih tinggi
Penekanan pada risiko bawaan dan prosedur analitis
Sedang atau tinggi
Bukti mengenai risiko bawaan dan prosedur analitis
Tingkat sedang atau  lebih rendah
Risiko deteksi terencana merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi. Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko deteksi yang berkurang, risiko ini menentukan nilai bukti subtantif yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan.


B.     Mengevaluasi Tingkat Pengujian Substantif yang Direncanakan
Pada saat mengevaluasi tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk setiap asersi laporan keuangan yang signifikan, auditor akan mempertimbangkan bukti yang diperoleh dari :
·         Penilaian risiko bawaan
·         Prosedur untuk memahami bisnis dan industri klien dan prosedur analitis terkait yang dilengkapi.
·         Pengujian pengendalian, meliputi :
§  Bukti tentang efektifitas pengendalian intern yang didapat ketika memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern.
§  Bukti tentang efektifitas pengendalian intern yang mendukung penilaian tingkat risiko pengendalian yang lebih rendah (seperti pengujian pengendalian  manajemen yang berhubungan dengan asersi-asersi spesifik, pengujian pengendalian umum komputer, pengujian pengendalian aplikasi komputer, dan pengujian tindak lanjut manual).
Apabila tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan tingkat risiko pengendalian awal, auditor bisa melangkah ke tahap perancangan pengujian substantif spesifik berdasarkan rencana tingkat pengujian substantif yang telah ditetapkan sebagai komponen keempat dari strategi audit awal. Namun apabila tidak, tingkat pengujian substantif harus direvisi sebelum merancang pengujian substantif spesifik untuk mengakomodasi tingkat risiko deteksi yang bisa diterima setelah direvisi.


C.    Merevisi Risiko Deteksi yang Direncanakan
Apabila memungkinkan, tingkat risiko deteksi yang dapat diterima akhir ( setelah direvisi ) ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko pengendalian sesungguhnya atau akhir bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk asersi yang bersangkutan. Apabila auditor memutuskan untuk mengkuantifikasi penetapan risiko, maka tingkat risiko deteksi setelah direvisi dapat ditentukan dengan menyelesaikan persamaan dalam model risiko audit untuk risiko deteksi. Jika risiko tidak dikuantifikasi, risiko deteksi setelah direvisi ditentukan berdasarkan pertimbangan (judgement).


D.    Penetapan Risiko Deteksi untuk Pengujian Substantif yang Berbeda atas Asersi yang Sama
Risiko deteksi menyangkut risiko bahwa semua pengujian substantif yang digunakan untuk mendapatkan bukti tentang suatu asersi, secara kolektif akan gagal dalam mendeteksi salah saji material. Dalam merancang pengujian substantif, auditor kadang-kadang menginginkan untuk menetapkan tingkat risiko deteksi berbeda yang akan digunakan dalam pengujian substantif yang berbeda pula mengenai asersi yang sama. Sebagai contoh, berdasarkan aumsi bahwa bukti yang diperoleh dari suatu pengujian atau sejumlah pengujian akan mengurangi risiko salah saji material tetap tak terdeteksi setelah pengujian dilakukan, maka akan lebih tepat untuk menggunakan tingkat risiko deteksi lebih tinggi untuk pengujian selebihnya.


E.     Perancangan Pengujian Substantif
Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam memberi pendapat atas laporan keuangan kliennya, auditor harus memperoleh bukti kompeten yang cukup seperti disyaratkan oleh standar pekerjaan lapangan ketiga dalam standar auditing. Pengujian substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan bukti yang menunjukkan adanya kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam pencatatan atau pelaporan transaksi dan saldo- saldo. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan sifat, saat, dan luas pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi.


F.     Sifat Pengujian Substantif
Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan keefektivan prosedur pengauditan yang akan dilakukan. Bila tingkat risiko deteksi yang diterima rendah maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif dan biasanya lebih mahal. Dan bila risiko deteksi yang diterima tinggi auditor menggunakan prosedur yang kurang efektif yang biasanya lebih murah.
Pengujian substantif terdiri dari 3 jenis :
·       Prosedur Analitis Digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi daerah daerah atau tempat yang memiliki risiko tinggi terjadinya salah saji.
·       Pengujian Detail Transaksi Pengujian ini dilakukan auditor terutama untuk menemukan kesalahan jumlah rupiah bukan atas penyimpangan atas pengendalian.
·       Pengujian Detail atas Saldo Saldo Dilakukan untuk mendapatkan bukti bukti secara langsung tentang sebuah saldo rekening dan bukan pada masing masing pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.

a.   Prosedur Analitis
Fungsi prosedur analisis : Digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi daerah daerah atau tempat-tempat yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya salah saji, Digunakan pada tahap pengujian sebagai pengujian substantif untuk mendapatkan bukti tentang asersi tertentu, Digunakan sebagai pelengkap atas pengujian detil, tetapi dalm situasi yang lain prosedur ini justru bisa menjadi pengujian substantif yang utama.
PSA No 22, Prosedur Analitis (SA 329.11), menyatakan bahwa efektivitas dan efisiensi prosedur analisis tergantung pada : Sifat asersi, Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan, Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk membuat taksiran, Ketepatan taksira.
Apabila hasil prosedur analisis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan pengujian detil. Prosedur ini biasanya tidak begitu mahal biaya pelaksanaannya.Oleh karena itu, auditor dapat mempertimbangkan penggunaan prosedur ini untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat diterima sebelum memutuskan untuk melakukan pengujian detil.

b.   Pengujian Rincian atas Transaksi
Pengujian detil transaksi terutama berupa penelusuran (tracing) dan pencocokan ke dokumen pendukung (voucbing). Pengujian dilakukan auditor terutama untuk menentukan kesalahan jumlah rupiah, bukan pada penyimpangan atas pengendalian. Penelusuran berguna dalam pengujian atas pelaporan terlalu
rendah (understatement), sedangkan pencocokan ke dokumen terutama ditunjukkan untuk menemukan pelaporan terlalu tinggi (overstatement). Hasil pengujian digunakan untuk menarik kesimpulan tentang saldo rekening yang bersangkutan. Pengujian biasanya dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen yang terdapat dalam arsip klien. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan. Efisiensi biaya akan tercapai bila auditor melaksanakan pengujian berbarengan dengan pengujian pengendalian yang disebut pengujian bertujuan ganda. Kekurangan dari pengujian ini adalah banyaknya waktu yang tersita, lebih mahal bila dibandingkan dengan review analistsis, akan tetapi
metode ini masih lebih murah jika dibandingkan dengan pengujian detil atas saldo – saldo.

c.    Pengujian Rincian atas Saldo-Saldo
Pengujian detil atas saldo-saldo dilakukan untuk mendapatkan bukti secara langsung tentang sebuah saldo rekening, dan bukan pada masing-masing pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur yang digunakan dan bukti yang diperoleh.
Penerapan ketiga jenis pengujian substantif dapat digambarkan dalam konteks rekening-rekening berikut :
Untuk menentukan saldo akhir telah disajikan secara wajar, auditor harus mempertimbangkan untuk mendapatkan bukti dari berbagai pengujian substantif sebagai berikut :

Prosedur analisis, meliputi:
·        Perbandingan antara nilai absolute saldo akhir tahun ini dalam rekening kontrol dengan saldo akhir yang lalu,jumlah menurut anggaran, atau ekspetasi lain.
·        Menggunakan saldo akhir untuk menentukan persentase piutang dagang terhadap aktiva lancar untuk dibandingkan dengan persentase tahun lalu, data industri, atau nilai ekspektasi lain.
·        Menggunakan saldo akhir untuk menghitung rasio perputaran piutang untuk dibandingkan dengan perputaran piutang tahun lalu, data industri, atau nilai ekspektasi lain.

Pengujian detil transaksi, meliputi:
·        Suatu sampel pendebetan dan pengkreditan atas rekening-rekening piutang.
·        Penelusuran data transaksi dari bukti transaksi dan jurnal ke pendebetan dan pengkreditan dalam rekening-rekening piutang.

Pengujian detil saldo-saldo, meliputi:
·        Menentukan total semua saldo akhir piutang dagang dalam buku pembantu, sama dengan saldo piutang dagang di rekening control.
·        Mengkonfirmasi saldo akhir sejumlah rekening piutang langsung ke debitur atau pelanggan.

Dalam hal piutang dagang, ketiga jenis pengujian subtantif di atas semuanya dapat diterapkan. Sedangkan untuk rekening – rekening yang lain, terkadang yang dapat diterapkan hanya satu atau dua jenis saja untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.Untuk menentukan bahwa rekening penjualan telah dilaporkan dengan jumlah yang wajar, auditor bisa mendapatkan bukti melalui hal-hal berikut :
Ø  Prosedur analisis
Prosedur-prosedur yang dilakukan meliputi:
·      Perbandingan antara jumlah absolute saldo akhir dengan saldo akhir tahun lalu, jumlah menurut anggaran, atau nilai ekspetasi lain.
·     Perbandingan antara saldo akhir dengan saldo akhir menurut estimasi independen.

Ø  Pengujian detil transaksi.
Prosedur-prosedur audit yang dilakukan meliputi:
·     Pencocokan ke dokumen pendukung atas setiap pengkreditan dengan pendebetan ke rekening piutang dagang, bukti pengiriman barang, dan order penjualan.
·     Menelusur data transaksi dari dokumen dasar.

Ø  Pengujian detil saldo-saldo
Mengingat bahwa penjualan memiliki hubungan langsung dengan piutang dagang, maka berbagai bukti yang diperoleh untuk pengujian detil atas saldo piutang dagang dapat juga digunakan sebagai bukti untuk saldo rekening penjualan.


G.    Saat Pengujian Substantif
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bisa berpengaruh pula pada saat pengujian substantif. Bila risiko deteksi tinggi pengujian bisa dilakukan beberapa bulan seblum akhir tahun, apabila risiko deteksi rendah pengujian substantif akan dilakukan pada tanggal akhir tahun atau mendekati akhir tahun.


H.    Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca
Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada tanggal interim. Keputusan untuk melakukan pengujian sebelum tanggal neraca harus didasarkan pada pertimbangan apakah auditor dapat :
·        Mengendalikan tambahan risiko.
·        Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun.
Kondisi-kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko :
·        Struktur pengendalian intern selama periode tersisa cukup efektif
·         Tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa.
·        Saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interim bias diprediksi secara masuk akal, baik mengenai jumlah, hubungan signifikan, maupun komposisinya.
·        Sistem akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa yang signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa.
Pengujian substantif sebelum tanggal neraca tidak meninggalkan kebutuhan akan pengujian substantif pada tanggal nereca. Pengujian untuk periode tersisa harus mencakup :
·        Perbandingan saldo rekening-rekening pada dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah-jumlah yang nampak tidak biasa dan menyelidiki atas jumlah-jumlah tersebut.
·        Prosedur analisis lain atau pengujian substantif detil lainnya untuk mendapatkan dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim ke tanggal neraca.


I.       Luas Pengujian Substantif
Auditor bisa menentukan jumlah bukti yang harus diperoleh dengan mengubah luas pengujian substantif yang dilakukan. ‘’Luas’’ dalam praktik mengandung arti banyaknya item ada besarnya sampel yang dilakukan pengujian atau diterapkan prosedur tertentu. Penentuan sampel secara statistik dalam pengujian substantif dapat dilakukan untuk membantu auditor dalam menentukan ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko deteksi.


J.      Pengembangan Program Audit untuk Pengujian Substantif
Perancangan pengujian substatif meliputi penentuan sifat, saat, dan luasnya pengujian substantif untuk setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Auditor menghubungkan asersi-asersi, tujuan, khusus audit,dan pengujian substantif dalam mengembangkan program audit tertulis untuk pengujian substantif.
Tujuan suatu audit laporan keuangan secara keseluruhan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah disajikan secara wajar, dalam segala hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam merancang pengujian subtantif, auditor harus menenukan bahwa pengujian yang tepat telah diidentifikasi untuk mencapai tujuan audit spesifik yang berkaitan dengan setiap asersi.

a)      Program Audit Untuk Pengujian Substantif
Program audit adalah daftar prosedur-prosedur audit yang harus dilakukan. Sebagai tambahan daftar prosedur audit, setiap program audit harus memiliki kolom-kolom untuk :
·         Suatu referensi silang ke kertas kerja lain yang berisi bukti yang diperoleh dari setiap prosedur (bila memungkinkan).
·         Paraf auditor yang malaksanakan masing-masing prosedur.
·         Tanggal pelaksanaan prosedur diselesaikan.
Dampak praktik, auditor kadang-kadang membuat rincian yang berbeda untuk hal-hal tertentu dalam program auditnya. Dalam keadaan bagaimanapun program audit hendaknya cukup detil agar dapat memberikan :
·         Garis-garis besar pekerjaan yang akan dilakukan.
·         Dasar untuk koordinasi, supervise, dan pengawasan audit.
·         Catatan mengenai pekerjaan yang dilakukan.
b)      Rerangka Umum Pengembangan Program Audit Untuk Pengujian Substantif
Apabila program audit dibuat untuk piutang dagang dan investasi jangka pendek, maka langkah audit yang perlu dilakukan :
·         Verifikasi kebeneran penjumlahan dan tentukan kecocokan antara rekening control piutang dagang.
·         Verifikasi kebenaran penjumlahan dan tentukan kecocokan rekening investasi di buku besar dengan daftar detil investasi.

c)      Rerangka Umum untuk pengembangan program audit untuk pengujian substantif
Perencanaan Awal :
1.      Identifikasi asersi-asersi laporan keuangan yang harus dicakup oleh program audit.
2.      Kembangkan tujuan-tujuan audit spesifik untuk setiap kategori asersi.
3.     Tentukan risiko bawaan dan risiko pengendalian, dan tentukan pula tingkat risiko deteksi akhir untuk setiap asersi, sejalan dengan tingkat risiko audit keseluruhan dan tingkat materialistas yang dapat diterima.
4.     Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari prosedur-prosedur untuk mendapatkan pemahaman mengenai kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang relevan, bayangkan catatan akuntansi, dokumen pendukung, dan proses akuntansi, dan proses pelaporan keuangan yang berhubungan dengan asersi-asersi.
5.     Pertimbangkan pilihan-pilihan yang berhubungan dengan perancangan pengujian substantif:
Alternatif untuk mengakomodasi berbagai tingkat resiko deteksi yang dapat diterima:
Sifat :
Prosedur analitis
Pengujian detail transaksi
Pengujian detail saldo-saldo
Saat: Interim atau akhir tahun
Luas: Besarnya sampel

Berbagai tipe bukti pendukung yang mungkin tersedia:
Analisis dokumen         perhitungan fisik
Konfirmasi elektonik    pernyataan tertulis lisan
Berbagai tipe prosedur audit yang tersedia.
Prosedur analitis                     Konfirmasi                   observasi
Teknik audit                             Perhitungan                 Inspeksi
Pengajuan                               pertanyaan                  Penelusuran
Pencocokan ke dokumen         Pengerjaan ulang        berbantuan Computer

Pengujian substantif untuk dimasukkan ke dalam program audit
1.      Tentukan prosedur awal untuk :
·    Menelusur saldo awal ke kertas kerja tahun lalu (jika mungkin dilakukan)
·     Mereview aktivitas dalam rekening buku besar dan menyelediki hal hal yang tidak biasa.
·     Memeriksa kebenaran penjumlahan pada catatan pendukung atau daftar untuk digunakan pada pengujian berikutnya, dan memeriksa kecocokannya dengan saldo di buku besar, untuk meyakinkan adanya kecocokan diantara keduanya.
2.      Tentukan prosedur analitis yang akan digunakan
3.      Tentukan pengujian detail transaksi yang akan dilakukan
4.      Tentukan pengujian detail saldo-saldo yang akan dilakukan (sebagai tambahan atas 1a, b, c diatas)
5.      Pertimbangkan apakah ada ketentuan atau prosedur khusus yang bisa diterapkan pada asersi yang sedang diuji, seperti prosedur-prosedur yang ditetapkan PSA (sebagai contoh, keharusan untuk melakukan observasi perhitungan fisik persediaan), atau yang ditetapkan oleh instansi lain yang berwenang yang belum termasuk pada (3) dan (4) diatas.
Tentukan prosedur-prosedur untuk menentukan kesesuain dengan penyajian dan pengungkapan menurut prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum.

d)     Program Audit Dalam Penugasan Pertama
Dua hal yang memerlukan pertimbangan khusus dalam merancang program audit untuk audit sebagai penugasan pertama :
·    Penentuan ketetapan saldo-saldo awal rekening pada periode yang diaudit.
·     Penentuan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan pada periode yang lalu sebagai dasar untuk menentukan konsistensi penerapan prinsip tersebut pada periode berjalan.

e)      Program Audit Dalam Penugasan Ulang
Dalam penugasan ulang, auditor memiliki akses pada semua program yang digunakan pada periode yang lalu dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut. Setrategi awal biasanya ditetapkan auditor berdasarkan asumsi bahwa tingkat risiko dan program audit untuk pengujian substantif yang digunakan pada periode yang lalu akan tetap digunakan pada periode berjalan. Oleh karena itu, program audit untuk penugasan tahun berjalan sering kali disusun sebelum auditor menyelesaikan kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern.


K.    Pertimbangan-pertimbangan Khusus dalam Perancangan Pengujian Substantif
Rekening-Rekening Laba-Rugi
Secara tradisional pengujian detil saldo rekening lebih difokuskan pada rekening-rekening laporan keuangan yang disajikan dalam neraca (rekening riil) dibandingkan dengan rekening-rekening laba rugi (rekening nominal). Pendekatan ini efisien dan logis karena setiap rekening laba rugi pasti akan terkait dengan satu atau lebih rekening neraca.

1.      Prosedur analisis untuk rekening-rekening laba-rugi
Prosedur analisis bisa menjadi alat auditor dalam mendapatkan bukti tentang saldo-saldo rekening laba-rugi. Jenis pengujian substantif bias digunakan secara langsung atau tidak langsung. Pengujian langsung terjadi bila sebuah rekening pendapatan atau rekening biaya dibandingkan dengan data yang relevan untuk menentukan kewajaran saldonya.

2.      Pengujian detil untuk rekening-rekening laba-rugi
Apabila bukti yang diperoleh dari prosedur analisis dan dari pengujian detil atas rekening neraca yang berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi pada tingkat rendah yang dapat diterima, maka diperlukan pengujian detil langsung atas asersi-asersi yang berhubungan dengan rekening-rekening laba-rugi. Hal ini terjadi apabila :
• Risiko bawaan tinggi.
• Risiko pengendalian tinggi.
• Prosedur analisis menunjukkan adanya hubungan tidak biasa dan fluktuasi tak diharapkan.
• Rekening memerlukan analisis.

*   Rekening-rekening yang biasanya membutuhkan analisis terdiri dari :
• Biaya hukum dan honorarium konsultan
• Biaya reparasi dan pemeliharaan
• Biaya perjalanan dan representasi
• Gaji dan biaya direksi
• Pajak dan lisensi
• Biaya sewa dan loyalitas
• Biaya sumbangan
• Biaya advertensi

*   Rekening-Rekening yang Berkaitan dengan Estimasi Akuntansi
Estimasi akuntansi adalah perkiraan mengenai suatu elemen laporan keuangan, pos, atau rekening yang terjadi bila tidak bisa diukur secara pasti.estimasi akuntansi mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan perusahaan. PSA No. 37, Audit atas Estimasi Akuntansi (SA 342.07) menyatakan bahwa tujuan auditor dalam mengevaluasi estimasi akuntansi adalah untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk memberikan keyakinan memadai bahwa :
·     Semua estimasi akuntansi yang material bagi laporan keuangan telah ditetapkan.
·     Estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam kondisi yang bersangkutan.
·     Estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku dan diungkap secara memadai.

Untuk mengevaluasi kepantasan suatu taksiran akuntansi, SA 342.09 menjelaskan bahwa auditor biasanya memusatkan terhadap faktor-faktor asumsi kunci yang :
·     Signifikan terhadap estimasi akuntansi
·     Peka terhadap perubahan
·     Penyimpangan dari pola histories
·     Subjektif dan rawan terhadap salah saji serta bias

Bukti tentang kepantasan suatu estimasi bisa diperoleh auditor melalui satu atau kombinasidari pendekatan-pendekatan berikut :
·      Mereview dan uji proses yang digunakan oleh manajemen dalam menyusun estimasi.
·      Membuat ekspetasi terpisah tentang estimasi.
·      Mereview peristiwa atau transaksi kemudian yang terjadi sebelum selesainya pekerjaan   lapangan.

Prosedur-prosedur yang dilakukan meliputi :
·    Pertimbangan relevansi, keandalan, dan kecukupan data dan faktor faktor lain yang digunakan manajemen.
·      Mengevaluasi kepantasan dan konsistensi asumsi-asumsi.
·      Mengerjakan ulang perhitungan yang telah dilakukan manajemen.


*   Rekening-Rekening Berkaitan dengan Transaksi dengan Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa
Tujuan auditor dalam pengauditan atas transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah untuk mendapatkan bukti mengenai tujuan, sifat, dan luasnya transaksi ini serta dampaknya terhadap laporan keuangan. PSA No. 34, Pihak yang Mamiliki Hubungan Istimewa (SA 334.09) menyatakan bahwa pengujian substantif harus meliputi hal-hal berikut :
·    Memahami tujuan transaksi dari usaha.
·    Memeriksa faktur dan mereview surat perjanjian, kontrak, dan dokumen relevan lainnya.
·     Menentukan apakah transaksi telah disetujui oleh dewan komisaris, atau direksi atau pejabat yang berwenang.
·     Melakukan pengujian kewajaran terhadap jumlah yang diungkapkan, atau yang dipertimbangkan untuk diungkapkan dalam laporan keuangan.
·     Mengatur audit atas rekening koran antar perusahaan yang dilaksanakan pada tanggal yang bersamaan.
·     Menginspeksi atau mengkonfirmasi dan memperoleh keyakinan atas nilai, dan mudah atau tidaknya jaminan dialihkan.



1. AUDIT SIKLUS PENDAPATAN
Pengujian Atas Pengendalian Intern
Tujuan audit siklus pendapatan adalah untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup tentang tiap asersi manajemen yang signifikan dalam laporan keuangan. Dokumen-dokumen yang sering digunakan dalam memproses transaksi penjualan, khususnya yang kredit antara lain order pelanggan, order penjualan, dokumen pengiriman, faktur penjualan, daftar harga yang diotorisasi, buku besar pembantu piutang, berkas transaksi penjualan, jurnal penjualan dan laporan penjualan bulanan. Fungsi-fungsi yang terlibat dalam transaksi penjualan kredit adalah bagian penerimaan order pelanggan, persetujuan kredit, pemenuhan order penjualan, pengiriman order penjualan, penagihan pelanggan, dan pencatatan transaksi penjualan.
Transaksi Penerimaan Kas dan Penyesuaian Penjualan
Penerimaan kas berasal dari berbagai aktivitas. Misalnya, kas yang diterima dari transaksi pendapatan, pinjaman jangka pendek dan jangka panjang, penerbitan saham, dan penjualan surat berharga, investasi jangka panjang, dan aktiva lainnya. Dokumen dan catatan yang digunakan dalam memproses penerimaan kas terdiri dari nota pembayaran, daftar penerimaan kas yang disiapkan sebelumnya, lembar perhitungan kas, ringkasan kas harian, slip penyimpanan yang divalidasi, berkas transaksi penerimaan kas, dan jurnal penerimaan kas. Pemrosesan penerimaan kas dari penjualan tunai dan kredit melibatkan fungsi-fungsi penerimaan kas, penyimpanan kas di bank, dan pncatatan penerimaan
Faktor-faktor yang mungkin memotivasi manajemen untuk salah saji dalam asersi siklus penerimaan kas antara lain penjualan tunai mungkin tidak dicatat sengaja dilakukan dalam rangka pencurian kas, penerimaan kas melalui surat mungkin hilang atau salah diakui setelah penerimaan, uang dan cek yang diterima untuk disimpan mungkin tidak sesuai dengan lembar perhitungan kas dan prelist, kas mungkin tidak disetor setiap hari sebagai upaya menumpuk kas pada pemegang kas untuk keuntungan pribadi, nota pembayaran mungkin tidak sesuai dengan prelist, beberapa penerimaan mungkin tidak dicatat karena banyaknya transaksi penerimaan kas yang dokumennya mungkin tidak langsung disimpan atau dicatat secara rapi, kekeliruan mungkin dilakukan dalam menjurnal penerimaan, dan penerimaan kas mungkin dimasukkan ke akun pelanggan yang salah.
Tujuan audit penerimaan kas adalah untuk meyakinkan bahwa posisi kas pada tanggal neraca benar-benar ada dan merupakan milik perusahaan, semua transaksi penerimaan kas telah dicatat dengan lengkap dan merupakan transaksi yang sah.
Pengujian Substantif Atas Piutang Usaha
Standar akuntansi keuangan menggolongkan piutang menurut sumber terjadinya dalam dua kategori yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang dinyatakan sebesar jumlah tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang tidak dapat ditagih. Beberapa tujuan pemeriksaan dari piutang dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. mengetahui apakah terdapat pengendalian intern yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas;
2. memeriksa validitas (validity) dan otentitas (authenticity) dari piutang;
3. memeriksa kolektibilitas (collectibility) piutang dan cukup tidaknya perkiraan allowance for bed debts (penyisihan piutang tak tertagih);
4. mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih;
5. memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum (SAK).

2. MENGAUDIT SIKLUS PENGELUARAN
Pengujian Pengendalian pada Siklus Pengeluaran
Siklus pengeluaran terdiri dari 2 transaksi utama, yaitu transaksi pembelian dan transaksi pengeluaran kas. Dalam melakukan aktivitas kontrol pada transaksi pembelian, harus melakukan pertimbangan penaksiran atas risiko kontrol terhadap fungsi: permintaan barang dan jasa, penyiapan permintaan pembelian, penerimaan barang, penyimpanan barang sebagai persediaan, penyiapan voucher pembayaran dan pencatatan utang. Hal ini dilakukan untuk menentukan adanya salah saji potensial, aktivitas pengendalian yang diperlukan dan pengujian pengendalian yang dapat dilaksanakan.
Pengujian Substantif pada Siklus Pengeluaran
Pengujian substantif pada siklus pengeluaran dilakukan pada saldo utang, saldo aktiva tetap, dan saldo aktiva tidak berwujud. Dalam melakukan pengujian substantif ini, dimulai dari prosedur audit awal, prosedur analitik, pengujian terhadap transaksi rinci, pengujian terhadap saldo akun rinci dan diakhiri dengan verifikasi penyajian dan pengungkapan.
Tujuan dari pengujian substansif atas saldo utang, saldo aktiva tetap, dan saldo aktiva tidak berwujud adalah:
1. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi.
2. Membuktikan keberadaan dan keterjadian transaksi.
3. Membuktikan kelengkapan transaksi yang dicatat dalam catatan akuntansi dan kelengkapan saldo yang disajikan di neraca.
4. Membuktikan kewajiban klien atau kewajaran penilaian aktiva yang dicantumkan di neraca.
5. Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan saldo di neraca.

3. AUDIT SIKLUS PRODUKSI DAN SIKLUS PERSONALIA
Pengujian Pengendalian Siklus Produksi: Transaksi Manufaktur
Siklus produksi merupakan rangkaian aktivitas bisnis dan operasi pemrosesan data terkait yang terus terjadi yang berkaitan dengan pembuatan produk untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Program audit untuk pengujian pengendalian terhadap siklus produksi dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Program audit untuk pengujian pengendalian transaksi manufaktur.
2. Program audit untuk pengujian pengendalian aktivitas penghitungan fisik persediaan.
Pengujian Pengendalian terhadap Aktivitas Penghitungan Fisik Persediaan & Pengujian Substantif terhadap Saldo Persediaan
Perbedaan jenis usaha akan menimbulkan perbedaan karakteristik persediaan. Pada perusahaan dagang, persediaan utamanya adalah persediaan barang dagangan, sedangkan pada perusahaan manufaktur, persediaan yang digunakan adalah persediaan bahan baku, persediaan dalam proses, persediaan suku cadang, persediaan bahan habis pakai, dan persediaan produk jadi.
Pengujian yang dilakukan oleh auditor berkaitan dengan persediaan adalah:
  • Pengujian pengendalian terhadap aktivitas penghitungan fisik persediaan.
  • Pengujian substantif terhadap saldo persediaan.
Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif terhadap Siklus Personalia
Siklus personalia meliputi kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kompensasi kepada pimpinan dan pegawai organisasi/perusahaan.

4. AUDIT SIKLUS INVESTASI
Pengujian Substantif Siklus Investasi
Pengujian substantif terhadap investasi ditujukan untuk:
  • memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan investasi,
  • membuktikan asersi keberadaan saldo investasi yang dicantumkan di neraca dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan investasi dalam tahun yang diaudit,
  • membuktikan asersi kelengkapan semua unsur investasi dan semua transaksi yang berkaitan dengan investasi, membuktikan asersi kepemilikan klien atas investasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan,
  • membuktikan asersi kepemilikan klien atas investasi yang dicantumkan di neraca, membuktikan kewajaran penilaian investasi di neraca, dan
  • membuktikan kesesuaian penyajian investasi di neraca dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.


5. AUDIT SIKLUS PENDANAAN
Audit Siklus Pendanaan
Siklus pendanaan terhubung dengan siklus pendapatan dari penerbitan utang obligasi dan siklus pengeluaran ketika kas dikeluarkan untuk bunga obligasi, dividen, dan penarikan kembali atau pelunasan saham atau utang obligasi, dan pembelian saham masyarakat. Alur-alur yang digunakan dalam mencatat transaksi siklus pendanaan mencakup transaksi utang jangka panjang dan transaksi ekuitas pemegang saham.
Pengujian Substantif atas Saldo Utang Jangka Panjang
Pengujian substantif terhadap utang jangka panjang ditujukan untuk: (1) memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan utang jangka panjang, (2) membuktikan bahwa saldo utang jangka panjang mencerminkan kepentingan kreditur yang ada pada tanggal neraca dan mencerminkan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan utang jangka panjang selama tahun yang diaudit, (3) membuktikan kelengkapan transaksi yang dicatat selama tahun yang diaudit dan kelengkapan saldo utang jangka panjang yang disajikan di neraca, (4) membuktikan bahwa utang jangka panjang yang dicantumkan di neraca merupakan klaim kreditur terhadap aktiva entitas, (5) membuktikan kewajaran penilaian utang jangka panjang yang dicantumkan di neraca, (6) membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan utang jangka panjang yang dicantumkan di neraca.
Pengujian Substantif atas Saldo Ekuitas Pemegang Saham
Pengujian substantif terhadap modal saham ditujukan untuk: (1) memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan ekuitas pemegang saham, (2) membuktikan bahwa saldo modal saham mencerminkan kepentingan pemegang saham yang ada pada tanggal neraca dan mencerminkan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan ekuitas pemegang saham selama tahun yang diaudit, (3) membuktikan kelengkapan transaksi yang dicatat selama tahun yang diaudit dan kelengkapan saldo ekuitas pemegang saham yang disajikan di neraca, (4) membuktikan bahwa saldo ekuitas pemegang saham yang dicantumkan di neraca merupakan klaim pemilik terhadap aktiva entitas, (5) membuktikan kewajaran penilaian ekuitas pemegang saham yang dicantumkan di neraca, (6) membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan ekuitas pemegang saham yang dicantumkan di neraca.


6. AUDIT ATAS SALDO AKUN KAS
Audit Saldo Kas
Kas yang dicantumkan di neraca terdiri dari kas di tangan dan kas di bank. Mengingat kas ini mudah digelapkan dan diselewengkan maka pengendalian internnya sangat ketat. Dalam audit kas auditor harus menerapkan prosedur analitis secara keseluruhan penentuan tingkat internalitas risiko melekat, risiko pengendalian kas dan risiko deteksi atau risiko audit kas.
Substantive Test atas Saldo Kas
Tujuan khusus audit saldo kas adalah memperoleh bukti yang meyakinkan mengenai adanya atau kebenaran asersi manajemen yang berhubungan dengan saldo kas, yaitu adanya atau terjadinya, kelengkapannya, hak dan kewajibannya, penilaian atas alokasi serta penyajian dan pengungkapannya.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam audit saldo kas adalah:
  • menentukan risiko deteksi;
  • merancang substantif test;
  • melakukan prosedur awal;
  • melakukan prosedur analitis

Labels: Tugas kuliah

Thanks for reading Resiko Deteksi dan Perancangan Pengujian Substantif. Please share...!

3 comments on Resiko Deteksi dan Perancangan Pengujian Substantif

Back To Top