-->
Motivasi Menulis

Cinta Tanpa Judul, Part 1


Segelas kopi pahit yang memeluk dinginnya malam ini, dan irama lagu barat yang sebenarnya gua gak tau arti dan maksud dari lagu itu. Tapi menurut gua si itu lagu yang cukup bagus. Setidaknya cukup untuk menemani gua menulis semua kisah cinta gua mulai dari gua masih sering nangis di Sekolah Dasar hingga saat dimana gua memutuskan untuk mengakhiri kisah ini.

                Kalo ngomongin masalah cinta, gua emang uda cukup pengalaman dibidang ini. Bukan maksudnya mau sombong, tapi ya emang gua uda cukup makan gula kopi, dalam artian manis pahitnya cinta uda gua rasain bahkan sejak usia dini, dengan rasa pahit lebih dominan tentunya. Ya, bisa dibilang gua uda ngalamin 1001 jenis sakit hati.

                Oh ya, nama gua Galih Pranata Yudha, mungkin nama itu lah yang menyebabkan gua cukup sering dilanda pertempuran cinta. Nata berarti pemimpin, sedangkan Yudha adalah perang, jadi gua emang ditakdirkan untuk berperang dalam percintaan, dan gua harap gua akan jadi pemenang di akhir kisah ini, walaupun selama ini bau kekalahan benar-benar melekat dalam diri gua.

                Oke, sesuai dengan perkataan gua di awal kalo gua akan mengisahkannya mulai dari gua masih cengen di Sekolah Dasar. Dan kisah cinta monyet bertepuk sebelah tangan (gila, masih cinta monyet aja uda bertepuk sebelah tangan) ini gua mulai dari kelas 5 SD. Dan wanita pertama yang sempat sekedar ngetem (uda kayak angkot nyari penumpang aja) adalah Era Sananta.

                Gadis yang pertama kali gua liat waktu dia lagi nungguin jemputan di sebelah pagar sekolah, kebetulan saat SD sebelum pulang ke rumah gua selalu ke rumah nenek yang letaknya persis di seberang sekolah. Seingat gua hari itu adalah hari rabu, ketika seorang gadis kecil dengan rambut kepang 2 dan jaket kuningnya berdiri dengan anggunnya seakan berada diatas panggung Miss Indonesia, padahal gua tau background dari tempatnya berdiri sekarang hanyalah sebuah gang kecil yang di kanan kirinya ada selokan dengan bau khasnya.

                Gua pikir ini adalah gadis tercantik yang pernah gua lihat selain San Chai (Barbie Hsu) salah satu pemeran dalam serial drama Korea Meteor Garden yang memang lagi tren banget saat itu. Dan sebelum gua tau namanya, gua lebi suka manggil cewek itu dengan sebutan gadis kepang jaket kuning. Mungki itu lah yang membuat gua sampai saat ini sering ngasih panggilan sendiri untuk cewek-cewek yang belum gua ketahui namanya.

                Sebenarnya saat gua menyukainya secara cinta monyet, salah satu temen dekat gua yaitu Riko juga menyukai dia. Ya, hidup gua emang penuh persaingan. Namun karna saat itu gua masih berusia dini, jadi gua lum menganggap itu sebagai suatu persaingan yang harus dimenangkan. Gua menganggapnya dengan santai, dan kita saling membagi info yang kita ketahui tentang era, walaupun sebenarnya gua gak perna ngasi info apa-apa ke Riko, semua info tentang Era gua dapat dari Riko, termasuk hingga gua tau nama gadis kepang berjaket kuning. Gua juga tau ternyata Era adalah adek kelas gua.

                Tak heran jika Riko memenangkan peperangan ini, memang sih Era gak pernah bilang secara langsung dan antara gua dan Riko gak pernah ada yang menyatakan cinta. Tapi setidaknya surat yang Era kirimkan ke Riko menjawab siapa pria yang berhasil mencolek hatinya. Di jaman itu surat memang masih jadi andalan dalam berkomunikasi dan menyatakan perasaan, karna saat itu Handphone belum masuk ke daerah gua. Oh ya, gua ini berasal dari Belitung, sebuah pulau kecil yang saat ini di kenal dengan sebutan Negeri Laskar Pelangi.

                Sayangnya gua gak nyimpen surat itu, tapi gua masih inget inti dari wasiat sakit hati yang Era tulis dengan tangannya sendiri. Kata demi kata yang menuliskan bahwa dia lebih menyukai Riko dibandingkan dengan pria yang saat pertama kali melihatnya hanya menggunakan kaos singlet dan celana merah. Tanpa ada alasan pasti kenapa Era menggagalkan cinta monyet pertama gua, tapi di usia segitu siapa sih yang butuh sebuah alasan.

                Walaupun Era lebih memilih Riko, hubungan gua dengan Riko masih baik-baik saja seolah-olah gak pernah terjadi sesuatu. Namun sayangnya setelah Era menyampaikan surat itu, gua dan Riko bahkan tukang siomay langganannya gak pernah lagi melihat sosok Era yang berdiri manis dengan kepang 2nya dan jaket kuningnya. Hingga 3 hari kemudian gua tau kalo Era ternyata pindah sekolah. Gua gak tau alasannya kenapa pindah sekolah yang jelas dia gak mungkin pindah Cuma gara-gara dia takut gua bakal mengambil sehelai rambutnya lalu membawanya ke dukun untuk dipelet.

                Namun bukan berarti gua masih kecil berarti gua bakalan lupa gitu aja dengannya yang uda pindah sekolah. Kebetulan gua tau kemana dia pindah dan tentunya info itu berasal dari Riko. Posisi sekolahnya cukup jau dan itu akan melelahkan apabila gua mencoba menggapainya lewat kayuhan sepeda. Gua lebih memilih menyimpan kenangan itu sambil sesekali bisa bertemu dengannya. Bahkan hingga saat ini gua masih penasaran bagaimana kabarnya, mungkin sekalian kabar anaknya. Ya, karna disini fenomena nikah muda masih sering terjadi jadi gua pikir mungkin aja si gadis kecil dengan rambut kepang 2 dan berbalut jaket kuning sudah menemukan pasangan hidupnya, dan yang jelas itu bukan lah Riko.

                Oke, kita coba lupakan Era sejenak. Kita akan masuk ke cinta monyet bertepuk tangan yang kedua. Kalian gak perlu heran dengan kisah cintaku yang lebih banyak bertepuk sebelah tangan ini. Secara gak sengaja atau mungkin karena faktor kebiasaan, sepeti pepatah jawa “tresno jaranan seko  kulino”. Gua mendadak suka dengan salah satu temen kelas gua, yang pasti dia cewek, dia adalah seorang gadis putih, tinggi nyaris sama kayak gua, dengan mata sipit dan rambut panjang yang tergerai hingga melewati bahunya beberapa inchi.

                Untuk yang satu ini gua gak perlu ngasih nama panggilan yang aneh-aneh karna gua uda tau namanya sejak gua masuk sekolah ini. Gua uda sekelas ama dia uda dari kelas 1, mungkin karna itu lah benih-benih cinta yang akan tumbuh menjadi akar sakit hati jilid 2 ini muncul. Namanya Melissa Yulianti, atau akrab dipanggil Mei, seorang gadis keturunan Cina.

                Rasa suka itu gua ungkapin dalam secarik kertas, dan saat itu gua lum berani untuk menuliskan nama gua sebagai pemilik surat itu, gua menuliskan nama Taro Misaki, tokoh sepak bola terkenal dalam komik “Captain Tsubasa”. Seminggu setelah surat itu gua tulis, gua masih lum berani buat ngasih ke dia, gua takut perasaan gua ini gak cukup kuat untuk membongkar tembok cina.

                Namun yang namanya bangkai, sehebat apa pun gua nyimpennya pasti bakalan ketahuan juga. Surat yang gua tulis dengan ¼ hati itu sampai ke tangannya, dan bukan gua yang menyampaikan surat itu, melainkan seorang gadis tengik yang uda satu kelas sama gua dari kelas 3. Namanya Tari, gua dan dia emang uda musuhan banget, selain dalam perebutan peringkat juara di kelas dimana memang saat itu gua tergolong siswa yang pinter, namun ntah sekarang kemana larinya kepinteran gua itu.

                Ya, Tari saat itu sedang isengnya ngembongkar tas gua dan menemukan surat itu yang uda berdebu dan dipenuhi sarang laba-laba. Setelah dia membuka surat itu dia langsung berdiri di depan kelas dan membacakannya dengan lantangnya. Sontak gua langsung jadi bahan ejekan temen gua, dan seperti yang gua bilang di awal gua ini adalah anak yang cengeng, dan menangis lah gua di tengah kondisi itu. Gua juga ngeliat Mei menangis karna terus diejek dari teman-teman lain.

                Ini semua gara-gara gadis tengik itu, namun gak tau gimana caranya gadis tengik ini akan masuk dalam daftar orang yang secara gak sengaja tertulis dalam daftar wanita yang pernah menggoreskan tintanya dihatiku, ahh nanti saja kita bahas yang itu. Untungnya yang namanya anak kecil tu cepet mengingan dan cepet melupakan. Semua kejadian memalukan itu seakan lenyap dihapus hujan semalam keesokan harinya. Beruntungnya gua, jadi gua gak perlu terus-terusan merunduk saat datang kesekolah.

                Hari demi hari terlewati dengan manis di kelas 5 ini. Dan kisah cinta bertepuk sebelah tangan bin sesaat gua ini berlanjut di kelas 6. Saat itu gua secara kebetulan dipilih untuk mengikuti lomba saritilawah, ini bukti bahwa saat itu gua termasuk siswa yang punya prestasi, give applause for me, *prok prok prok*.

                Hari dimana lomba itu dilaksanakan tiba. Gua menjalani lomba yang ternyata hanya diikuti 3 orang itu dengan sangat baik. Karna pengumumannya juga hari itu jadi gua menunggu sejenak di sana di sebuah kursi panjang dengan ditemani angina sepoy-sepoy yang mengalun menyapu dedaunan yang rontok termakan usia. Saat itu gua duduk di depan sebuah ruangan yang saat itu sedang melaksanakan lomba computer, setidaknya itu yang tertulis di pintu ruangan tersebut.

                Sekitar 30 menit gua duduk membisu, peserta lomba computer itu keluar satu persatu dari ruangan itu, dan gua tau ternyata lomba itu hanya diikuti oleh anak SMP. Tak ada yang menarik awalnya hingga sosok wanita dengan ciri putih, tinggi, rambut tergerai sebahu dan dengan kacamata yang melengkapi kecantikannya, ingin rasanya saat itu gua teriak “KAWAIIIIII !!!!!!”.

                Sejak saat itu momen menunggu pengumuman yang masih sekitar 1 jam lagi itu menjadi gak ngembosenin. Semua itu berkat gadis kacamata (mulai lagi ni gua ngasi nama aneh ke cewek cantik yang gua temuin). Namun sebagai anak SD, gua merasa gak punya level yang sederajat jika harus mengajaknya kenalan. Gua menikmati detik demi detik memandanginya, hingga waktu pengumuman lomba diumumkan.

                Gak disangka-sangka ternyata gua jadi juara 2, tapi gua gak bangga karna pesertanya yang Cuma 3 orang ini. Hingga akhirnya pengumuman pemenang lomba computer dimulai, gua cukup menanti ini walau gua gak ikut lomba itu. Gua berharap gadis berkacamata itu bisa menang dan namanya dipanggil oleh panitia, dengan begitu gua bisa tau nama indah apa yang diberikan orang tuanya pada anak gadisnya yang uda membuat bocah ingusan ini merasa siap mati hari itu juga karna uda nemuin yang namanya bidadari dunia.

                Pemenang ke 2 dan ke 3 uda di umumin, dan dari 2 nama yang dipanggil, gadis itu tidak termasuk di situ karna dia gak maju ke podium. Namun saat pengumuman peringkat pertama, jelas di telinga gua panitia menyebutkan nama Della Santafania Monika. Hmm, gua sempat heran dengan nama yang masih asing di telinga gua, yang membuat gua penasaran siapan pemilik dari nama tersebut. Hingga berdirilah sesosok wanita yang cukup gua kenal, ya benar gak salah lagi dia adalah gadis kacamata yang gua temui di tengah kebosanan yang merongrong.

                Walau itu adalah hari pertama dan terakhir gua melihat Della semasa gua SD, namun kenangan menatapnya akan selalu gua ingat. Dan dengan itu bertambah lagi daftar wanita yang melewatiku dengan hampa. Semua daftar yang membuat gua punya alasan untuk tetap hidup, yaitu untuk menikmati keindahan mereka tanpa perlu  bermimpi memiliki.

                Kisah dengan Della boleh berhenti kurang dari 24 jam, namun kisah cinta gua gak boleh mati dan terkubur begitu saja. Tari, gadis tengik yang selalu usil dengan gua akan menjadi lembaran penutup dalam kisah cinta monyet gua semasa SD.

                Tari yang sejak kelas 3 uda sekelas bareng gua mendadak mulai jarang ngisengin gua. Bahkan, dia sekarang menjelma menjadi sosok yang ramah yang membuat gua merasakan getaran-getaran gaib dalam jiwa gua yang serasa sakit tapi gua menikmati semua itu. Apa kah gua sedang jatuh cinta ? ahh mungkin ini adalah rangkaian cinta monyet gua yang akan berakhir begitu saja. Apa pun itu namanya yang jelas gua menikmatinya.

                Gua selalu mencari kesempatan untuk sekedar memandang atau bahkan mengobrol dengannya. Mungkin agak sedikit lebai aja untuk seorang bocah ingusan kayak gua ini. Kedekatan ini berjalan gitu aja, gua inget tiap kali sholat tarawih, gua selalu mencoba untuk bolos sholat (emangnya bisa ya bolos sholat ?) hanya untuk bertemu Tari.

                Selama di sekolah kami pun memang sering di anggap sebagai sepasang kekasih dan jadi bahan ejekan teman-teman, dan untuk kali ini gua gak nangis lagi. Gua santai aja dan menikmati semua ejekan itu, ibarat pepatah “anjing menggonggong kavilah gak jadi berlalu” eh salah ya ?

                Namun hingga gua menyelesaikan masa bakti gua di Sekolah Dasar, antara gua dan Tari belum ada yang mengungkapkan perasaan. Walaupun dia tau gua suka sama dia, dan gua juga tau kalo dia sebenarnya juga suka ama gua (eh, apa mungkin gua ke geeran ya ?). kami menikmati masa-masa cinta monyet ini yang sedang tumbuh dan bersemi hingga menunggu kapan dia akan gugur dan mati oleh waktu.


***Bersambung***
Labels: Cinta Tanpa Judul

Thanks for reading Cinta Tanpa Judul, Part 1. Please share...!

4 comments on Cinta Tanpa Judul, Part 1

  1. Great Story Fren,
    cuMa kalo bisa, taMpilan atau font nya klo bisa yg raMah aMa Mata ya,
    Terus berkarya ya Yud,,

    ReplyDelete
  2. iya saMa yud, ceritanya dah oke, alurny jg enak dng buMbu2 koMedi nya juga,
    saran nya si saMa kyk Kikiq Putriani, :)
    ditunggu ya Part 2 nya

    ReplyDelete
  3. iya tampilanya bikin mata buremku makin burem tapi kalo sengaja dibikin burem biar selaras sama cerita cintanya yang burem sih oke oke aja

    ReplyDelete

Back To Top