-->
Motivasi Menulis

Hai Violet !

      Oleh : Muhammad Taufiqih
nemu di belfend.web.id

 Seperti pantulan sinar matahari di dinding dari kaca serutan pensil anak kelas 1 SD yang digerakkan tanpa pola,ah tidakk! Pengandaian itu terlalu sederhana untuk sosok yang mencuri perhatianku,dia yang lebih indah dari purple spotted swallowtail butterfly , salah satu kupu-kupu langka terindah yang pernah ditemukan, ,
kalaupun dia ku ibaratkan kupu-kupu, maka  bunga tempat ia berdiri adalah rumput tak subur di halaman depan kelasku ,dan background nya? hanya tembok pucat yang aku pun tak tahu aslinya berwarna apa,hijau yang menguning atau kuning yang menghijau,dia objek yang terlalu cantik dengan latar belakang seperti itu.
         hari itu aku sedikit tertegun melihatnya yang berjalan sangat anggun seperti super model Hollywood yang berjalan di red carpet (Baca: lantai semen retak) . Hanna namanya, anak kelas X yang sudah lama kukenal,tapi...tapi....hari ini dia sangat berbeda, entah apa yang tak sama dari penampilan biasanya,sejak tahun ajaran baru dimulai dua bulan yang lalu,aku yakin dia sering mengenakan seragam itu,pita rambut biru itu,gaya rambut itu,tersenyum seperti itu entah apa yang berbeda,padahal dia menyapaku seperti hari-hari biasanya tapi sapaan hari ini membuatku gugup,segugup anak kecil pemalu yang disuruh memperkenalkan diri di depan kelas pertamanya saat masuk sekolah,tapi aku juga sangat senang, mungkin lebih senang dari archimedes yang menemukan teori massa jenis emas dalam kasus mahkota raja,tapi tak mungkin aku berteriak “eureka..eureka” dan berlari telanjang seperti dia, itu hal yang cukup konyol jika kulakukan di sekolah.
            Sepertinya Hanna mau ke kantin ,rute terpendek adalah melewati lorong dekat kelas ku,teman-teman menyebutnya jalur naga,bahkan dinding polos itu tak terlepas dari si vandalis , entah siapa yang menulis “Jalur naga 2011” dengan spidol permanen yang ku yakin juga invertaris sekolah ,mereka menyebutnya jalur naga karena tiap waktu istirahat anak kelas XII yang eksistensinya minta diakui berkumpul di situ,termasuk aku ,kami semua tak ubah seperti penjaga wilayah perbatasan, anak kelas X biasanya lebih memilih rute yang lebih jauh untuk menghindari segerombolan preman berambut cepak ber kemeja putih ini, alasan mereka sederhana,malas menjadi bahan pembicaraan anak kelas XII yang biasanya sok akrab atau mencari kesempatan sekedar kenalan, tapi sepertinya Hanna tetap memilih jalur naga itu,mungkin dia ingin menyapaku pikirku yang sangat tidak tahu diri ini. Sedikit mengecewakan memang waktu tahu dia sudah punya pacar,seorang laki-laki beruntung yang juga kelas X,tapi aku juga tak mungkin bergerak lebih jauh dengan hanna ,aku juga sudah punya pacar yang kalau aku tak salah hitung sudah jalan hampir dua tahun, hmm durasi yang tak sebentar,itu lah hidup,kita tak bisa memilih apa yang akan datang lebih dulu,jika ku tahu hanna akan datang mungkin waktu itu aku akan menunggu gadis manis dengan perwakan tinggi sekitar 160cm,kulit sawo belum matang dan rambut sebahu dengan poni ke kanan,yah deskripsi singkat gadis manis yang membuatku merasa lajang saat ini,cinta itu aneh, bukan berarti aku tak seruis dengan Arin ,adik kelas yang sudah menemaniku selama hampir dua tahun ini,bukan berarti aku tak tulus dan serius, hanya saja saat aku melihat dan bersama Hanna aku menjadi orang lain yang juga serius dengannya,tolong jangan ditanya mengapa.
             “Nggak ke kantin .?”  suara wanita yang sangat familiar membangunkan ku dari lamunan, seperti biasa Arin mengajak ku ke kantin tiap kali waktu istirahat, “oh..emm..lagi nunggu kamu kok ay” , tak ingin aku berbohong pada Arin ,dia sangat baik,kami tak pernah ada masalah,bahkan hubungan kami sudah sangat disetujui oleh orang tua kami,aku sering kerumahnya untuk ngobrol bersama ayahnya begitupun dia,entah dimana salahnya,mungkin aku terlalu cepat memulainya dan sekarang aku terjebak di keputusan yang ku buat, tak mungkin aku mencampakkan gadis baik ini tanpa sebab,di tahun pertama aku bersamanya semua seperti cinta monyet yang orang bicarakan, indah tak tergambarkan,tapi seperti segelas air yang di beri gula sesendok demi sesendok,awalnya manis,sangat manis dan kemudian menjadi larutan jenuh,gula itu tak lagi larut ,dia sudah mencapai konsentrasi maksimalnya untuk larut ,aku tak bisa lebih jauh mencintai Arin,tapi lebih tak mungkin aku mengakhiri ini semua dengan satu kata, “bosan”. Terlalu tak berperi-kecinta monyetan jika aku meninggalkannya begitu saja,aku tak ingin mengatakan semua sudah berubah,benar ternyata hati itu dinamis,tapi entah sampai kapan aku terus bisa berpura-pura manis?
            Banyak orang bilang orang sakit bisa memindahkan gunung saat ia jatuh cinta, dan aku melakukan hal yang 2x lebih gila , aku mengangkat payung....
yang membuatnya terlihat gila adalah situasi saat itu,hujan tertumpah cukup deras di daerah sekolahku,selesai shalat dzuhur di teras masjid, aku bertolak pinggang sambil melihat sekeliling tempat parkir kendaraan siswa awalnya aku tak merasa ada yang istimewa di sana ,sampai pandangan ku yang awalnya terhalangi tiang masjid mulai tersibak, ku gambarkan seperti matahari yang terbit perlahan, garis tepi tiang masjid sebelah kanan ku ibaratkan horizon di  timur, Hanna adalah matahari nya dan aku?? Hanya rumput kecil yang menunggu sinar itu datang . Tak ku sangka dia sedang berdiri disana dekat parking area siswa ,dekat ruang serba guna tepatnya, dia berdiri termenung berharap hujan reda,”sepertinya dia mau ke kantin..” gumamku sambil melihat ke arah kantin yang tak seberapa jauh di sebelah kiri ku ,disini hal gilanya di mulai,kulihat payung tak bertuan yang tersiram hujan dari cucuran atap masjid,sebenarnya aku tahu empunya payung sedang di dalam masjid,segera ku melompat keluar dan sigap mengambil payung seperti tukang copet mengambil dompet di dalam bis kota,aku berjalan menghampiri Hanna dan segera kuantar kekantin dengan payung putih biru punya guru ku ,entah apa yang ku pikir saat itu,tak mungkin tak ada yang melihat,tak ku pikirkan resiko berminggu-minggu kedepan, mungkin aku jadi bahan olokan teman-teman , kau tau seperti apa anak SMA...atau Arin marah ?? ah sudahlah tak pernah ku berpikir sejauh itu,Hanna takkan berdiri disitu dua kali,payung itu pun entah kapan kan di posisi seperti tadi lagi, yang jelas sekarang aku dan Hanna di bawah curahan hujan dan payung yang sama,indah bukan main,saat itu ku berharap jarak kantin jadi 5x lebih jauh agar aku bisa lebih lama berjalan berdampingan dengannya . tak sepatah kata pun kudengar keluar dari bibir Hanna,aku juga tak bisa berkata apa-apa,semuanya terasa begitu singkat dia hanya mengucapkan terimakasih dan aku segera berlari ke masjid.
kulihat guru ku menggelengkan kepalanya melihat kelakuan anak didiknya ini, aku berniat meminjam dan mengembalikan tanpa sepengetahuan beliau,kupikir tak ada bedanya jika payungnya ku pakai sebentar dan ku kondisikan seperti semula, beliau tersenyum dan aku tak punya rencana kedua untuk situasi ini ( pelajaran hari ini : siapkan rencana miinimal tiga saat ingin berhadapan dengan guru ) .
sepertinya beliau juga pernah muda jadi alasan buatan yang ku buat takkan membuatnya percaya , aku balas senyuman beliau “ emm...ma af pak ta..di pa..yungnya dipinjam sebenta..r ” kata ku gugup,segera ku pergi setelah melaksanakan kewajiban meminta maaf.
Hal-hal buruk yang ku takutkan datang seperti lokomotif kereta api yang saling bersambungan, aku jadi bahan ejekan teman, Arin marah dan merasa di pacar tirikan ,mungkin dia merasa tak pernah mendapat perlakuan seperti itu dariku,sejak saat itu tiap aku dan Arin bertengkar pasti Hanna dimasukkan sebagai bahan omelan, tak apalah bayaran yang sepadan dari sekian detik berjalan berdampingan di bawah rintis hujan yang membuatnya romantis.
***
Memasuki tahun ke dua setelah kelulusanku dari SMA ku langkahkan kaki atau lebih tepatnya kuputarkan roda sepeda motorku melewati gerbang sekolah,sekedar menyapa bakso andalan,setelah bertemu Hanna yang menjadi prioritas utama tentunya , Arin sudah kembali ke Jakarta karena semester 2 perkuliahannya sudah dimulai, aku leluasa menjelajah tanpanya, seperti jadwal wajib anak SMA ,istirahat pertama, kantin adalan destinasi favorit semua siswa normal.
Entah apa yang dipikirkan anak kelas X dan XI saat melihat laki-laki yang sepertinya kurang kerjaan karena selama tiga hari berturut-turut duduk di kursi yang sama ,jika bisa kubaca pikiran mereka pasti yang belum pernah melihatku akan bergumam “Dia sepertinya alumni SMA ini,tapi mukanya belum terlalu tua untuk merasakan kangen dan bernostalgia di sekolah ini,sepertinya dia baru lulus satu atau dua tahun,dia tak mungkin ingin ke sekolah untuk bernostalgia,pasti ada maksud lain”.
Di hari terakhirku kesekolah,aku bertekad dan berniat kuat lebih dari bulat,aku harus menyapa Hanna,setelah menunggu sampai bel 5 kali yang berarti kegembiraan bagi siswa yang setipe denganku (baca : malas) ,5 kali berarti pulang,ku lihat beberapa orang sudah lewat,mudah mengenali Hanna karena tasnya unik,dan hanya satu-satunya di SMA itu,ku panggil dengan volume maksimal dan semua stok suara yang kupunya,tapi yang keluar malah suara tak jelas dengan nada rendah ,entah apa yang membuat suaraku begitu kecil ,mungkin aku gugup ,yang terdengar malah “AAAAUAAAAHHH...” ,percayalah padaku teman, itu jauh lebih sulit dari yang aku pikirkan saat aku mempersiapkannya dirumah. Entah apa yang membuatku lebih bertindak nekat dari biasanya padahal sudah hampir 4 tahun aku pacaran dengan Arin.
Malam itu 3 minggu sebelum keberangkatanku ke Jogja, saat aku sedang memarkirkan sepeda motor paruh baya ku di tepi pantai,tak sengaja aku melihat Hanna dengan teman-teman sekelasnya sedang naik yang entah apa namanya, seperti kereta ,tapi ini harus dikayuh berempat,belakangan ku ketahui,kendaraan itu di sewakan di pantai wisata di Kota ku,seperti dapat hembusan angin segar,aku berniat memanggilnya,tapi lidahku seperti membeku,kakiku pun kaku untuk berlari mengejarnya,tapi melihat situasi yang berbahaya seperti itu aku tak mau terlalu mengambil resiko,aku pun menunggu kesempatan kedua semoga masih ada.
Malam minggu berikutnya aku masih berharap bisa melihatnya di jam dan tempat yang sama,firasatku benar,dia lagi-lagi menaiki kendaraan yang sampai sekarang tak ku tahu namanya,mereka menyebutnya odong-odong ,walaupun berbeda sekali dengan odong-odong yang kukenal,setahuku odong-odong seperti becak yang punya 4-6 kuda atau motor mini di bagian dalamnya, mirip komedi putar yang berkeliling kampung untuk menghibur anak-anak yang naik turun saat pawang odong-odong mengayuhnya. Tapi,aku sepertinya sedikit terlambat,aku melihatnya ketika aku sudah duduk dengan teman-temanku dan cappuccino dinginku  juga duduk manis diatas meja,dia pun berlalu malam itu, masih ada 1 malam minggu pikirku.  
Now or never , merdeka atau mati  itu lah prinsipku sekarang, aku berniat mengajak Hanna jalan-jalan malam minggu berikutnya ku pikir semuanya akan jadi moment sangat sempurna jika aku berbicara dengannya berdua di cafe tepi pantai sambil mendengarkan live music ,aku pun mengenakan kostum terbaikku yang Arin pun belum pernah melihatnya ,semenjak malam minggu ke dua aku sudah mulai dekat dengan Hanna ,setiap hari kami sms-an dan aku seperti anak remaja yang baru belajar menyukai wanita ,senyum lebar tiap kali handphone ku bergetar tak mampu ku tahan, tak berlebihan aku seperti melayang,senang bukan kepalang,99% rencanaku sempuran tinggal kata-kata “iya” dari Hanna yang menjadikannya sempurna 100% ,ternyata perhitunganku salah Hanna ada Try Out ujian nasional senin ini dan dia harus belajar,terlalu egois jika aku memaksanya,padahal aku sudah di pantai tempat ia lewat 2 malam minggu berturut-turut ,akhirnya aku melewatkan malam itu bersama pelukan angin tepi pantai,semakin erat ia memeluk semakin dingin,aku tak patah semangat masih ada kesempatan libur semester depan pikirku.
Sabtu depan aku harus kembali ke kota pelajar,semua kembali monotone kuliah-tidur ,kuliah-tidur,sesekali kutanyakan kabar Hanna ia masih ramah seperti biasanya,sekarang dia akan mengikuti ujian jadi aku tak mengganggunya ,hubungan aku dan Arin menjadi semakin dingin, tapi aku bukan tipe orang yang mau melepaskan dengan alasan bosan ,terlalu egois sepertinya,teori pujangga yang mengatakan saat kau ingin melepas seseorang coba ingat saat kau mencoba menggapainya tak berlaku untukku ,aku juga tak mengerti mengapa Arin begitu erat menggandeng tanganku,tapi aku juga takut saat aku melepaskannya aku tak bisa lagi menggapainya,aku takut menyesal nantinya,dan ada orang lain yang memegang tangannya lebih erat.akan seperti apa ini semua akhirnya ...Entahlah... yang ku tahu ada sisi lain dari diriku yang menyukai Hanna,tapi aku tak mau terlalu egois jika harus memutuskan Arin dengan alasan tak berperasaan itu, dan seandainya jika saat itu Hanna menanyakan apakah aku mau menjadi pacarnya dan melepaskan Arin,sepertinya aku akan menolaknya ,banyak yang bilang masa yang sangat indah ada disaat pendekatan dan saat dia tak tahu kita punya perasaan lain, jadi aku membiarkan diriku larut dalam masa-masa ini  dan aku sedikit takut semua tak seindah yang aku pikirkan jika harus melepas Arin dan bersama Hanna,sisi dewasa ku di tuntut untuk hadir di situasi seperti ini.  
Ku putuskan memasukkan diriku di zona pertemanan yang sebenarnya sangat mengerikan ini, aku siap menemaninya mencari solusi saat dia ada masalah atau perlu teman berbagi cerita sekali pun itu berarti dia menceritakan laki-laki idamannya, kesempatan terbuka lebar untuk Hanna yang sebentar lagi akan kuliah,dia akan bertemu mahasiswa dari berbagai penjuru,harapanku semoga gadis yang menyukai warna ungu ini bertemu dengan orang baik ,dan akan lebih baik jika orang itu tak menjadi penghalang kedekatan ku dengan Hanna ,jika dia ingin menjadi dinding aku akan meruntuhkan dinding itu. Tapi jika si Violet yang memutuskan dia sudah cukup dewasa dan tak perlu teman curhat seperti aku,tak masalah,aku takkan menggangunya ,mungkin hanya tersenyum jika suatu hari nanti kami bertemu dan menyapanya “Hai Violet...”
                       

                                                TAMAT
0 Komentar untuk "Hai Violet !"

Back To Top