-->
Motivasi Menulis

Cinta Tanpa Judul, Part 7

ini adalah lanjutan dari rangkaian kisah miris dalam perjalanan cinta monyet gua. buat kalian yg lum baca cerita sebelumnya, bisa dibaca disini

Masuknya Husein dalam gerombolan patah hati menimbulkan kisah baru dalam perjuangan cinta monyet gua. Dan dalam kasus kali ini yang jadi tersangkanya ada 2 orang, dan salah satunya adalah Anggi. Dan satu nama lain yang terlibat dari kejahatan keji ini akan kalian ketahui nanti.

            Gak butuh waktu lama untuk gua, Deni, Riko, dan Akbar untuk mengakrabkan diri. Selain karna kita emang uda sekelas dikelas 1, kita juga punya hobi yang sama yaitu sepakbola. Letak geografis rumah Husein yang berdekatan dengan lapangan bola bikin kita sering berkumpul dirumah husein.

            Selain kedatangan kita buat main bola, kita juga sering nginep di rumah Husein. Dirumah Husein sendiri ada semacam gubuk kecil dipekarangan rumahnya. Nah tempat inilah yang menjadi markas besar dari gerombolan cecumuk ini menyusun siasat untuk merubah nasib jadi lebih baik, terutama nasib dalam percintaan.

            Walaupun ukuran gubuk ini gak terlalu besar *ya namanya juga gubuk*, namun fasilitas didalamnya sudah cukup bikin betah. Selain gubuk ini uda punya pintu dan juga jendela *ya ini ornament penting untuk mengatakan suatu bangunan bisa ditinggali*, digubuk ini juga uda ada lampu, kipas angina, TV, dan yang terpenting VCD player. Kenapa gua bilang VCD player adalah bagian terpenting, karna dengan itulah kita bisa menikmati malam minggu jomblo dengan menyaksikan film documenter malam pertama *gua rasa itu uda cukup menjelaskan film apa yang kita tonton*.

            Ya hadirnya Husein sedikit merubah haluan ideology gerombolan cecumuk ini dari yang religius menjadi bajingus. Walaupun sebenarnya pertama kali gua melihat adegan jualan aurat itu pada kelas 5 SD, tapi setelah itu gua gak pernah lagi ngelakuin hal tercela itu *seinget gua sih gitu*. Ah, sudahlah toh 5 taun lagi gua uda punya KTP yang artinya gua uda mendapat izin resmi dari Negara untuk nonton itu *untuk pernyataan yang satu ini tolong jangan dihiraukan*.

            Sebenarnya disini Husein hanya penyedia fasilitas ruang tertutup, TV dan VCD player doank. Sementara distributor ulung penyedia kepingan plastic bermuatan dosa adalah Akbar. Ya, ntah darimana diusia belia dia uda bisa mendapakan berbagai macam koleksi dari beberapa bintang atas ranjang. Dan gua juga gak mikirin itu, yang penting gua bisa menikmatinya.

            Mari lupakan sejenak tentang kejahatan mata yang kami lakukan dan anggap bahwa kalian gak pernah mengetahuinya. Dan kita masuk ke bagian favorit kalian dimana disitu adalah bagian tersakitinya hati gua yang tulus ini oleh cinta yang suci. Ya gua tau kalo kalian pasti menunggu-nunggu kapan gua akan menceritakan ketragisan cinta.

            Kedekatan gua dan Anggi semakin menjadi, namun kedekatan ini Cuma terjadi diluar sekolah. Mungkin jika kedekatan ini terjadi disekolah, popularitasnya bisa menurun drastic. Padahal gua yakin popularitasnya bisa nanjak kalo deket dengan gua, karna harus gua akui sebenarnya gua lumayan tenar disekolah ini, ntah apa yg melandasi itu, mungkin karna gua emang tampan ya, haha *sedikit congkak*.

            Kedekatan gua dengan Anggi juga menyeret para cecumuk-cecumuk ini. Dan itu bermula saat gua ngajak Anggi buat sepedaan pagi. Sebenarnya rencana ini bisa gua manfaatin buat berdua ama Anggi, namun ntah apa yang gua pikirkan saat itu,gua malah ngajakin para pria penikmat 3gp ini bersama dalam plan of love gua dan Anggi.

            Tapi harus gua akui andai gua Cuma sendiri, keselamatan gua bakalan terancam. Tau sendiri lah gimana Anggi selama ini nge-bully gua. Bisa jadi setelah sepedaan gua disuruh mijitin dia, terus nyediain minum dan berbagai penindasan lainnya dan dia hanya membayarnya dengan senyuman manisnya yang menampakkan gigi kelincinya, tapi aku suka itu.

            Tak adanya alat komunikasi antara gua dan Anggi jadi sedikit masalah. Karna gua gak bisa ngasih tau kalo gua uda take off dari markas menuju rumahnya dan gua juga gak bisa ngasih tau kalo gua uda sampai rumah dia.

            Mungkin buat kalian hal itu gampang aja, gua tinggal ketok pintunya aja buat ngasi tau kalo gua uda datang. Tapi sayangnya saat itu gua bukan cowok yang punya mental yang cukup kuat untuk melakukan itu. Namun bukan “Galih Pranata Yudha” namanya kalo gak punya cara untuk ngasih tau kedatangan gua.

            Sampai di TKP, gua gak langsung berdiri manis didepan rumahnya dan mengetok pintu. Gua punya cara lain yang lebih cemen untuk manggil Anggil keluar dari kandangnya. Gua dan para bandit bersepeda ini berhenti sekitar 20 meter dari rumah anggi. Dan langkah berikutnya yang gua ambil adalah gua dan sepeda langsung mengambil ancang-ancang seakan mau balapan. Dan, 1,,, 2,,,3,, whhuuuuusss…

            Dengan kecepatan penuh gua mengayuh, dan pada saat posisi gua sejajar dengan rumah Anggi saat itu lah rencana gua berjalan.
            “ANGGI… ANGGI… ANGGI !!!!!!”, teriak gua yang masih dalam kecepatan tinggi melebihan kecepatan kentut.
            Ya, itu lah siasat gua gimana memanggil Anggi keluar dari kandangnya. Gimana ? keliatan cemen kan gua ? Galih gitu loh. *hal ini sebenarnya bukan hal yang bisa dibanggakan*.

            Rencana gua berhasil, Anggi keluar dari gerbang rumahnya dengan keledai besinya. Saat itu Anggi menggunakan baju kuning dengan celana pendek loreng-loreng. Namun bukan itu yang mencuri perhatian gua.

            “pagi kalian”, Anggi menyapa kami yang menunggunya sedari tadi.
            “eh kampret, lo gak bisa sopan dikit apa, lo kira gua maling apa pakai diteriakin segala, lo kan bisa ngetok pintu”, dengan cemberut Anggi ngomelin gua, tapi tetap tak ketinggalan setelah itu dia kembali tersenyum.

            Ya, itu lah yang tadi mencuri perhatian gua pagi ini. Dia dengan kombinasi senyum manis gigi kelincinya benar-benar merupakan kombinasi sempurna layaknya kombinasi MeJiKuHiBiNiU yang tergaris rapi dengan nama pelangi dan menyegarkan layaknya embun pagi. Kali ini gua percaya dengan suatu kepercayaan yang mengatakan bahwa wanita terlihat paling cantik saat dia baru bangun tidur dipagi hari, dan Anggi membuktikan itu.

            Pagi ini benar-benar indah. Selain karna gua bisa menikmati kecantikan Anggi, tak sepertinya Anggi tak melakukan tindakan penganiayaan batin ke gua. Yang ada hanyalah canda dan tawa yang saling kita bagi bertiga, gua, Anggi dan para cecumuk ini. mungkin mengajak mereka memang jadi jimat keberuntungan gua.

            Awal yang manis tak selamanya menjamin kamu akan mendapat happy ending. Ya setidaknya itu yang gua rasakan. Keberuntungan gua dengan mengajak cecumuk ini memudar pada minggu ketiga kami gowes. Ya tepatnya saat Husein mengajak salah satu temannya yang lain yaitu Darwin.

            Darwin sendiri sebenarnya adalah adik kelas gua. Akhir-akhir ini Darwin memang sering datang ke rumah Husein dan juga bergabung di mabes kami. Kebetulan Darwin juga punya hobi yang sama dengan kami maka gak sulit buat akrab dengan gua dan cecumuk ini.

            Ya, di minggu ketiga seperti biasanya dari jarak 20 meter gua mengayuh dengan kencang keledai besi gua sambil teriak “Anggi…Anggi…Anggi”. Hingga minggu ketigapun gua masih malu buat ngetuk pintu rumahnya dan sepertinya Anggi uda terbiasa dengan gonggongan minggu pagi dari gua. Dan seperti gua bilang tadi gangster cecumuk ini bertambah 1 personil.

            “Gi, kenalin ni ada anak baru”, gua nunjuk ke arah Darwin.
            “oh, hei gua Anggi”, tak ketinggalan senyum manisnya saat dia mengenalkan diri.
            “gua Darwin”, jawab Darwin singkat.
            “tumben ni di geng kalian ada yang gantengan dikit”, celoteh Anggi.

            Pernyataan yang awalnya hanya gua anggap sebagai sebuah candaan. Karena selama gowes tak ada sesuatu isyarat dan gua pun tak mencium bau patah hati dari perkataan Anggi tadi dan tindak tanduknya selama gowes pagi itu.

            Namun semua prasangka baik gua itu berakhir di Sabtu pagi di sekolah.
            “Gi, besok masih mau gowes lagi ?” Tanya gua ke Anggi saat gua papasan di kantin.
            “boleh aja, oh ya jangan lupa Darwin di ajak lagi ya”, sebuah permintaan yang mengejutkan dari Anggi.
            Saat itu lah gua mulai mencium bau patah hati dan itu baunya sangat pedih. Yang gua bisa lakukan adalah,
            “ciiiiieeee !!! ada yang jatuh hati nih kayaknya”

            Ya mungkin saat itu Anggi hanya melihat ada seorang teman yang sedang usil menggodanya dengan kata “ciiiieee”. Namun yang tak dia lihat adalah ada seorang pria yang sebentar lagi akan terluka dalam.

            Bau patah hati semakin menyengat di sabtu malam saat Anggi mendadak datang ke rumah gua. Kedatangan yang awalnya gua anggap sebagai angin segar yang ternyata hanyalah sebuah badai patah hati yang dahsyat.

            “ada angin apa nih tumben lo malam minggu datang ke rumah gua ?”, Tanya gua sambil berharap dia akan ngajakin gua jalan.
            “kepaksa nih, gua mau ngajakin lo jalan dan lo gak boleh nolak”, jawaban Anggi benar-benar bikin gua senang
            “hmm, gak usa malu-malu pake bilang kepaksa segala, gua mau ko”, tentu saja gua gak akan nolak ajakan manis ini.
            “ntar kita juga bareng Darwin”, tambah Anggi lagi
            “Darwin ?”, gua mulai heran
            “iya, soalnya gua ngomong sama nyokap gua kalo gua bakalan jalan sama lo, kan bahaya kalo misalnya gua ketemu sama orang rumah gua dan mereka liat gua malah jalan sama orang lain”, penjelasan Anggi yang bikin gua mendadak sesak di dada.
“ok, gak masalah “, Gua cuma bisa ngasih senyuman yang menunjukkan kalo gua “baik-baik saja”.

Dan akhirnya gua, Anggi, dan Darwin berangkat bareng ke salah satu yang lokasinya berada dipinggir pantai.
 *ahh, tunggu mungkin bukan itu kalimat yang tepat melainkan “Anggi dan Darwin dengan gua dibelakang mereka menuju tempat dimana mereka akan menikmati tiap deburan ombak dan berbagi hangatnya cahaya bulan sedangkan gua adalah pohon kelapa”*

Ya, disini gua hanyalah figuran. Jika diibaratkan seperti sinema laga Ind*siar, Anggi dan Darwin adalah layaknya raja dan ratu yang hidup bahagia sedangkan gua hanya kebagian peran sebagai rakyat jelatan yang hanya kebagian dialog “apa kabar kisanak ?”.

Gua yang malam ini sebenarnya hanya terpisahkan satu meja dengan Anggi merasa seakan jarak kami membentang dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau #nyanyi, *eh sori gagal focus*. Gua merasa ada sesuatu yang luas yang memisahkan kami tanpa ada Sesutu yang bisa menghubungkan. Sebenarnya ada yang bisa menghubungkan namun itu seakan sebuah jembatan setipis rambut layaknya sirotul mustaqim.

“Lih, ayo kita pulang”, suara Anggi mengusik lamunan gua.
“oh, uda selesai ? oke ayo pulang”, gua berdiri dan melangkah pergi.

Ya, akhirnya malam yang penuh air mata disisi gua dan senyum bahagia untuk mereka sudah berakhir. Malam ini gua uda jadi pria baik, pria baik yang mengantarkan wanita yang disukainya ke pangkuan pria lain yang dicintai. Uda saatnya gua istirahat, ucapkan selamat malam untuk bulan yang menikmati semua kesedihan gua, ucapkan selamat malam untuk kamu, kamu yang hanya bisa dijamah lewat mimpi.

***BERSAMBUNG***


Labels: Cinta Tanpa Judul

Thanks for reading Cinta Tanpa Judul, Part 7. Please share...!

6 comments on Cinta Tanpa Judul, Part 7

  1. Pilihan katanya makin oke. Suka (y)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe, mangnya kemarin2 kata2 pilihan ku gimana ?

      Delete
  2. crita yg menghibur :)
    wah nyesek juga ya..itu sakit na d <3 <<<<<<
    d tunggu lanjutan na kk :)

    ReplyDelete
  3. sekedar mampir saja.. salam kenal ya mas:)

    ReplyDelete

Back To Top