Hola, ini adalah lanjutan dari cerbung gua tentang kehidupan cinta seorang pria begok, yaitu gua sendiri. buat kalian yang belum baca cerita sebelumnya, bisa kalian liat disini. oke langsung aja masuk ke ceritanya, selamat menikmati.
Berakhirnya jilid 1 dongeng cinta
monyet gua dengan tari juga berbarengan dengan berakhirnya masa culun gua di
kelas 1 SMP. Emang gak terlalu banyak cerita yang gua alamin selama menjalanin
hubungan tanpa judul dengan Tari, kita menjalani karna kita suka, tanpa perlu
ada yang memulai dan tanpa ada yang mengatakan perpisahan.
Beranjak kelas 2, masa dimana gua
mengalami 2 kali menulis kisah cinta tragis yang sebenarnya gua masih bingung
itu semua sudah berada pada endingnya atau mungkin akan berlanjut pada season
berikutnya ? kalo pun emang akan berlanjut gua uda bisa menebak endingnya,
tidak lain pastinya akan berlumuran air mata di pihak gua *uda takdirnya kali
ya ?*
Bab pertama dari kisah ini adalah
ketika gua ikut dalam kursus bahasa inggris. Terus terang ilmu kanuragan gua
tak cukup kuat untuk menguasai bahasa inggris, kata-kata yang gua tau Cuma “I
love you”, da nada tambahan 3 kalimat lagi yaitu “oh yes”, “oh no”, “oh my
god”, itu lah kata yang gua pelajari dari sebuah film yang tentunya gak perlu
gua kasih tau genre film tersebut.
Tempat kursus ini lah yang
nantinya akan jadi TKP untuk kasus terbunuhnya harapan seorang bocah berwajah
semi permanen dengan tersangkanya seorang putri dongeng yang membuat gua masuk
dalam dongeng percintaan bertemakan sad ending.
Oh ya, selain gua kembali satu
sekolah dan satu kelas dengan teman gua Riko, di sini juga gua kembali satu
sekolah dengan teman gua di TK, namanya Deni. Deni ini yang menjadi pangkal
persoalan dari menurunnya kemampuan gua dalam menyerap pelajaran. Bukan karna
dia memberikan pengaruh buruk dengan mengajak melakukan kegiatan negative,
melainkan karna gua jadi serba tergantung, tiap kali ada tugas dan ulangan, gua
selalu nyontek ke dia, itu lah yang bikin gua akhirnya jadi males belajar dan
efeknya sekarang gua jadi goblok kayak gini.
Dan kali ini di kursus ini
pun gua kembali dipertemukan dengan
bocah bangke ini. Ada 2 hipotesis yang bisa gua ambil dari keadaan ini, yang
pertama adalah kursus ini pastinya gak bakalan ngebosenin, itu karna gua dan
Deni emang sangat akrab dan memiliki tema humor yang sama. Hipotesis yang kedua
adalah ini pastinya akan jadi alamat bahwa kursus ini gak bakalan berpengaruh
apa-apa untuk peningkatan kualitas pribadi gua. Tapi sudah lah, nikmati saja
semua ini.
Mari lupakan Deni, kita kembali
focus pada kisah cinta gua yang gak penting ini. Hari pertama, 10 menit
pertama, gak ada yang menarik dari tempat ini, pengajar yang mulai dari menit
pertama dia ada diruangan ini dengan bacot englishnya yang tak sepatah kata pun
gua ngerti kecuali saat dia bilang “my name Helmi”, uda itu aja yang gua ngerti.
Bisa di ibaratkan tempat ini
adalah “Dead Vlei”, *gurun pasir mematikan yang ada di Namibia*. Tempat ini
memang mematikan,terutama mematikan waktu tidur siang gua yang sangat
berharga. Gua merasa seperti penduduk
bumi yang sedang jalan-jalan ke planet Mars, gak ada kata dari penduduk ini
yang gua ngerti selain obrolan yang gua lakuin dengan sesama rekan turis, Deni.
Hingga akhirnya menginjak menit
15, ada sesuatu yang menginterupsi dari balik pintu.
“maaf pak saya telat”, itu tadi
suara yang menginterupsi semua kebosanan ini, tanpa gua melirik ke pemilik
suara itu. Yang gua tau itu adalah suara cewek.
Awalnya gua gak tertarik pada
pemecah ombak ini. Hingga pada saat dia berdiri di samping gua dan,,,
“kursinya kosong ?”, pemilik
suara itu bertanya pada gua untuk kursi tak berpenghuni di samping gu ini.
Saat itu lah gua melirik kearah
pemilik suara, dan seketika itu pula mata gua menjerit dan mulut gua melotot
pada sosok indah nan aduhai yang berdiri tak sampai 1 meter dari gua. Awalnya
gua merasa ini hanyalah sebuah fatamorgana yang diakibatkan oleh tingkat
kegersangan tempat ini yang uda mencapai titik didih.
“oh iya, disini kosong ko’”, Cuma
itu kalimat pertama yang gua ucapkan pada sosok ini.
Bidadari itu pun langsung
mengambil posisi duduk manis di samping pria asem yang membuat ini serasa
nano-nano. Seketika itu pula gua mengubah teori gua mengenai tempat ini yang
awalnya gua gambarkan sebagai tempat mematikan. Gua beragumen tempat ini adalah
“Butchart Gardens”, salah satu taman terindah di dunia yang ada di Kanada, dan
dia adalah “Bleeding Heart”, salah satu bunga terindah yang tumbuh di dunia
ini, begitupun dia yang merupakan salah satu wanita terindah yang dilahirkan
kedunia ini.
Saat itu, gua merasa ada yang
lebih penting dari belajar bahasa inggris. Karna saat ini gua melihat ada
bahasa cinta di setiap dia menghembuskan nafas. Alasan linguistic ini yang
memacu hormon serotonim, *hormon yang mengontrol mood atau suasana hati*
meningkat. Gua uda nemuin alasan kenapa gua harus merelakan jam tidur siang gua
dengan datang ke tempat kursus.
“hai, gua Airin”, suara itu
datang lagi memecah khayalan gua.
Oh ternyata itu dari “Bleeding
Heart”, ya Tuhan, apa gua gak salah, dia mencoba mengenalkan dirinya, tapi ya
ampun, kemana gentleman gua ? masak cewek yang mulai duluan ?. ah sudahlah, tak
penting mendebatkan siapa yang mengenalkan dirinya terlebih dahulu.
“gua Galih”, gua mencoba merespon
dengan menyambut uluran tangannya.
Awal perkenalan yang cukup baik
tak sebanding dengan akhir kisah ini nantinya. Ya karna seperti biasanya, kisah
cinta gua emang gak pernah manis. Mungkin Tuhan gak mau gua kena diabetes.
Gua menikmati hari-hari kursus
disini. Hingga suatu sore di September, seperti biasanya sambil nunggu jemputan
gua duduk manis di pinggir jalan *ngarep ada yg kasihan and akhirnya mungut
gua*, selama kursus gua emang lebih sering di anter. Ntah hari itu dewa Moros
*dewa pembawa malapetaka* lagi tidur
siang atau gimana, hari itu gua liat Airin sedang duduk dengan anggunnya dengan
rambut panjangnya yang tergerai lurus dengan semua yang indah tentangnya.
Gua tau dia pasti juga lagi
nunggu jemputan, tak seperti biasanya dimana dia langsung dapat jemputan saat
kelas berakhir. Jelas lah disini insting liar gua sebagai pria muncul, gua ambil
inisiatif untuk mendekatinya.
“lagi nunggu jemputan ya Rin ?”,
pertanyaan yang gua pikir konyol,
karna gua sendiri uda tau jawabannya. Tapi gak apa lah, yang penting uda bisa
buka obrolan.
“iya ni, kamu juga ya ?”, jawaban
manis yang keluar dari bibir mungilnya.
Setidaknya itu sebuah respon yang
baik darinya. Walaupun selama ini gua uda sering ngobrol dengannya, tapi untuk
kali ini ada tambahan getaran dalam diri gua, gua gak tau apa itu, tapi gua
menikmatinya.
Uda sekitar 30 menit gua ngobrol
sama Airin, namun kunjungan yang dinanti tak kunjung datang. Ada 2 hipotesis
lagi yang bisa gua liat disini. Yang pertama adanya kemungkinan bahwa kita
emang gak dapet jemputan dan itu tentunya gak bagus buat Airin. Yang kedua
adalah waktu gua ngobrol dengan Airin otomatis bertambah dan itu baik buat gua,
haha *ketawa jahat*.
“kita jalan aja yuk ?”
Tiba-tiba Airin membuyarkan
lamunan gua tentang hipotesis yang baru aja gua tarik. Dan, jalan ? beneran ni
Airin ngajak jalan bareng ?. perlu kalian ketahui rumah gua dan Airin kebetulan
searah, dan tentunya mendengar ajakan Airin untuk pulang bareng adalah ajakan
yang walaupun gua gak punya otak gua akan tetap mengatakan,
“IYA”
Ya, ini adalah perjalanan pertama
gua bersama Airin. gua seakan gak pernah kehabisan kata-kata selama perjalanan
panjang ini. Dedaunan rontok yang jatuh karena belaian angin gua anggap seperti
bunga sakura yang gugur dengan indahnya. Hari ini gua benar-benar menjadi pria
paling beruntung. Tak ada kebisuan dalam perjalanan ini, yang ada hanya pria
lugu yang menatap setitik tawa dari wanita luar biasa. Gua merasa mungkin ini
adalah langkah awal sebelum nanti kita memulai langkah yang lebih serius dalam
perjalanan hidup gua.
“gua duluan ya”, kalimat itu
keluar dari Airin
Hmm, tenyata kami uda sampai di
rumah Airin. ahh, pendek banget si jarak tempat kursus ke rumahnya, walaupun
sebenarnya jaraknya sekitar 3 kilo, gua rasa itu terlalu pendek. Ya Airin uda
sampai ke rumahnya, itu artinya gua harus ngelanjutin perjalanan gua yang belum
usai, masih ada 1 kilo lagi yang harus gua tempuh, SENDIRIAN !
Setelah perjalanan hari itu,
besoknya gua sengaja gak minta jemput, ya kalian tau sendiri alasannya. Emang
sedikit menimbulkan kecurigaan dari ortu gua kenapa gua tiba-tiba gak mau di
jemput.
Jam pulang akhirnya datang juga.
Gua tak pernah sesumringah ini saat jam pulang datang. Namun kejadian kemarin
uda bener-bener bikin gua melambung bersama harapan. Dan seperti biasanya gua
berdiri di pinggir jalan, dan untuk kali ini gua hanya lagi pura-pura nunggu
jemputan. Gua liat ke belakang ternyata Airin juga lagi nunggu jemputan, hmm
kayaknya bakalan dejavu ni.
“masih nunggu jemputan ya Rin ?”
gua coba menyapanya
“iya ni,” Airin menjawab masih
dengan wajah cantiknya
“gimana kalo nunggunya sambil
jalan aja, siapa tau ntar papas an di tengah jalan”, gua coba memulai scenario
keji ini.
“ya uda ayo, lagian gua juga
bosen nunggu disini”, Airin benar-benar mengikuti scenario ini dengan baik.
Ok, langkah pertama uda berjalan
sesuai harapan. Selanjutnya tinggal nikmatin aja perjalanan ini. Namun, belum genap kaki ini melalui langkah
ke 10, sebuah suara memanggil Airin.
“Rin, mau pulang ya ?”, terdengar
suara itu berucap, yang ternyata adalah seorang cowok
“iya ni, ni lagi mau jalan bareng
temen gua”, Airin menjawab seruan itu
“gimana kalo bareng gua aja, ni
gua bawa motor”, balas cowok tersebut.
WHAT !!!, ni cowok mau ngajakin
Airin pulang bareng ? hmm, ancaman nyata ni buat gua. Ayo Airin tolak aja
ajakan dia *gua teriak dalam hati*. Namun sayangnya,
“ayo”, sahut Airin menanggapi
ajakan itu
PRRRRAAAANNNGGG !!!!, hati gua
hancur mendengar jawaban dari Airin itu. Skenario gua dengan diawali pengajuan
permohonan agar gak usah di jemput ortu, ternyata berujung pada sad ending.
“gua pulang sama dia ya, lo gak
apa-apa kan gua tinggal duluan ?”. pesan perpisahan dari Airin.
“gak apa-apa ko’, ntar juga
paling ada ortu gua yang jemput”, gua berusaha terlihat tegar.
Perjalanan indah yang seakan
mengitari taman bunga, kemarin, hari ini berubah seperti perjalanan mengarungi
padang pasir gersang. Ya, satu hipotesis lagi yang bisa gua ambil. Ternyata
ajakan dari hati yang tulus masih kalah dengan ajakan koboi dengan tunggangan
kuda besi. Oke fix, AKU RA POPO.
Labels:
Cinta Tanpa Judul
Thanks for reading Cinta Tanpa Judul, Part 3. Please share...!
gak sabar nih nunggu kelanjutanya hehe
ReplyDeletehaha, makasie gan, uda ngikutin,
Deletegimana ni pendapatnya mengenai ceritanya ?
bagus sih mas trus mas mau tanya gimana sih biar bisa jadi pengagum rahasia yang handal kyk mas falah, minta tipsnya dong haha
Deleteente harus punya ilmu kebal, kebal sakit hati, apalagi pas tau kalo yg dikagumin uda pnya pacar. mungkin ente bisa baca postingan saya yang ini
Deletehttp://falahbilayudha.blogspot.com/2013/05/miss-wednesday-morning-introduce_5.html
in ceritanya tentang perjuangan saya menjadi pengagum rahasia selama 2,5 tahun
Ngenes bngt yud, ditunggu ya yg pas Masa kuliah :D
ReplyDeletekarna suatu alasan, kisah dimasa kuliah mungkin belum akan ditulis dalam waktu dekat
Delete