-->
Motivasi Menulis

Cinta Tanpa Judul, Part 3

Hola, ini adalah lanjutan dari cerbung gua tentang kehidupan cinta seorang pria begok, yaitu gua sendiri. buat kalian yang belum baca cerita sebelumnya, bisa kalian liat disini. oke langsung aja masuk ke ceritanya, selamat menikmati.

Berakhirnya jilid 1 dongeng cinta monyet gua dengan tari juga berbarengan dengan berakhirnya masa culun gua di kelas 1 SMP. Emang gak terlalu banyak cerita yang gua alamin selama menjalanin hubungan tanpa judul dengan Tari, kita menjalani karna kita suka, tanpa perlu ada yang memulai dan tanpa ada yang mengatakan perpisahan.

Beranjak kelas 2, masa dimana gua mengalami 2 kali menulis kisah cinta tragis yang sebenarnya gua masih bingung itu semua sudah berada pada endingnya atau mungkin akan berlanjut pada season berikutnya ? kalo pun emang akan berlanjut gua uda bisa menebak endingnya, tidak lain pastinya akan berlumuran air mata di pihak gua *uda takdirnya kali ya ?*

Bab pertama dari kisah ini adalah ketika gua ikut dalam kursus bahasa inggris. Terus terang ilmu kanuragan gua tak cukup kuat untuk menguasai bahasa inggris, kata-kata yang gua tau Cuma “I love you”, da nada tambahan 3 kalimat lagi yaitu “oh yes”, “oh no”, “oh my god”, itu lah kata yang gua pelajari dari sebuah film yang tentunya gak perlu gua kasih tau genre film tersebut.

Tempat kursus ini lah yang nantinya akan jadi TKP untuk kasus terbunuhnya harapan seorang bocah berwajah semi permanen dengan tersangkanya seorang putri dongeng yang membuat gua masuk dalam dongeng percintaan bertemakan sad ending.

Oh ya, selain gua kembali satu sekolah dan satu kelas dengan teman gua Riko, di sini juga gua kembali satu sekolah dengan teman gua di TK, namanya Deni. Deni ini yang menjadi pangkal persoalan dari menurunnya kemampuan gua dalam menyerap pelajaran. Bukan karna dia memberikan pengaruh buruk dengan mengajak melakukan kegiatan negative, melainkan karna gua jadi serba tergantung, tiap kali ada tugas dan ulangan, gua selalu nyontek ke dia, itu lah yang bikin gua akhirnya jadi males belajar dan efeknya sekarang gua jadi goblok kayak gini.

Dan kali ini di kursus ini pun  gua kembali dipertemukan dengan bocah bangke ini. Ada 2 hipotesis yang bisa gua ambil dari keadaan ini, yang pertama adalah kursus ini pastinya gak bakalan ngebosenin, itu karna gua dan Deni emang sangat akrab dan memiliki tema humor yang sama. Hipotesis yang kedua adalah ini pastinya akan jadi alamat bahwa kursus ini gak bakalan berpengaruh apa-apa untuk peningkatan kualitas pribadi gua. Tapi sudah lah, nikmati saja semua ini.

Mari lupakan Deni, kita kembali focus pada kisah cinta gua yang gak penting ini. Hari pertama, 10 menit pertama, gak ada yang menarik dari tempat ini, pengajar yang mulai dari menit pertama dia ada diruangan ini dengan bacot englishnya yang tak sepatah kata pun gua ngerti kecuali saat dia bilang “my name Helmi”, uda itu aja yang gua ngerti.

Bisa di ibaratkan tempat ini adalah “Dead Vlei”, *gurun pasir mematikan yang ada di Namibia*. Tempat ini memang mematikan,terutama mematikan waktu tidur siang gua yang sangat berharga.  Gua merasa seperti penduduk bumi yang sedang jalan-jalan ke planet Mars, gak ada kata dari penduduk ini yang gua ngerti selain obrolan yang gua lakuin dengan sesama rekan turis, Deni.

Hingga akhirnya menginjak menit 15, ada sesuatu yang menginterupsi dari balik pintu.

“maaf pak saya telat”, itu tadi suara yang menginterupsi semua kebosanan ini, tanpa gua melirik ke pemilik suara itu. Yang gua tau itu adalah suara cewek.
Awalnya gua gak tertarik pada pemecah ombak ini. Hingga pada saat dia berdiri di samping gua dan,,,
“kursinya kosong ?”, pemilik suara itu bertanya pada gua untuk kursi tak berpenghuni di samping gu ini.

Saat itu lah gua melirik kearah pemilik suara, dan seketika itu pula mata gua menjerit dan mulut gua melotot pada sosok indah nan aduhai yang berdiri tak sampai 1 meter dari gua. Awalnya gua merasa ini hanyalah sebuah fatamorgana yang diakibatkan oleh tingkat kegersangan tempat ini yang uda mencapai titik didih.

“oh iya, disini kosong ko’”, Cuma itu kalimat pertama yang gua ucapkan pada sosok ini.

Bidadari itu pun langsung mengambil posisi duduk manis di samping pria asem yang membuat ini serasa nano-nano. Seketika itu pula gua mengubah teori gua mengenai tempat ini yang awalnya gua gambarkan sebagai tempat mematikan. Gua beragumen tempat ini adalah “Butchart Gardens”, salah satu taman terindah di dunia yang ada di Kanada, dan dia adalah “Bleeding Heart”, salah satu bunga terindah yang tumbuh di dunia ini, begitupun dia yang merupakan salah satu wanita terindah yang dilahirkan kedunia ini.

Saat itu, gua merasa ada yang lebih penting dari belajar bahasa inggris. Karna saat ini gua melihat ada bahasa cinta di setiap dia menghembuskan nafas. Alasan linguistic ini yang memacu hormon serotonim, *hormon yang mengontrol mood atau suasana hati* meningkat. Gua uda nemuin alasan kenapa gua harus merelakan jam tidur siang gua  dengan datang ke tempat kursus.

“hai, gua Airin”, suara itu datang lagi memecah khayalan gua.

Oh ternyata itu dari “Bleeding Heart”, ya Tuhan, apa gua gak salah, dia mencoba mengenalkan dirinya, tapi ya ampun, kemana gentleman gua ? masak cewek yang mulai duluan ?. ah sudahlah, tak penting mendebatkan siapa yang mengenalkan dirinya terlebih dahulu.

“gua Galih”, gua mencoba merespon dengan menyambut uluran tangannya.

Awal perkenalan yang cukup baik tak sebanding dengan akhir kisah ini nantinya. Ya karna seperti biasanya, kisah cinta gua emang gak pernah manis. Mungkin Tuhan gak mau gua kena diabetes.

Gua menikmati hari-hari kursus disini. Hingga suatu sore di September, seperti biasanya sambil nunggu jemputan gua duduk manis di pinggir jalan *ngarep ada yg kasihan and akhirnya mungut gua*, selama kursus gua emang lebih sering di anter. Ntah hari itu dewa Moros *dewa pembawa malapetaka*  lagi tidur siang atau gimana, hari itu gua liat Airin sedang duduk dengan anggunnya dengan rambut panjangnya yang tergerai lurus dengan semua yang indah tentangnya.

Gua tau dia pasti juga lagi nunggu jemputan, tak seperti biasanya dimana dia langsung dapat jemputan saat kelas berakhir. Jelas lah disini insting liar gua sebagai pria muncul, gua ambil inisiatif untuk mendekatinya.

“lagi nunggu jemputan ya Rin ?”,

pertanyaan yang gua pikir konyol, karna gua sendiri uda tau jawabannya. Tapi gak apa lah, yang penting uda bisa buka obrolan.

“iya ni, kamu juga ya ?”, jawaban manis yang keluar dari bibir mungilnya.
Setidaknya itu sebuah respon yang baik darinya. Walaupun selama ini gua uda sering ngobrol dengannya, tapi untuk kali ini ada tambahan getaran dalam diri gua, gua gak tau apa itu, tapi gua menikmatinya.

Uda sekitar 30 menit gua ngobrol sama Airin, namun kunjungan yang dinanti tak kunjung datang. Ada 2 hipotesis lagi yang bisa gua liat disini. Yang pertama adanya kemungkinan bahwa kita emang gak dapet jemputan dan itu tentunya gak bagus buat Airin. Yang kedua adalah waktu gua ngobrol dengan Airin otomatis bertambah dan itu baik buat gua, haha *ketawa jahat*.

“kita jalan aja yuk ?”

Tiba-tiba Airin membuyarkan lamunan gua tentang hipotesis yang baru aja gua tarik. Dan, jalan ? beneran ni Airin ngajak jalan bareng ?. perlu kalian ketahui rumah gua dan Airin kebetulan searah, dan tentunya mendengar ajakan Airin untuk pulang bareng adalah ajakan yang walaupun gua gak punya otak gua akan tetap mengatakan,

“IYA”

Ya, ini adalah perjalanan pertama gua bersama Airin. gua seakan gak pernah kehabisan kata-kata selama perjalanan panjang ini. Dedaunan rontok yang jatuh karena belaian angin gua anggap seperti bunga sakura yang gugur dengan indahnya. Hari ini gua benar-benar menjadi pria paling beruntung. Tak ada kebisuan dalam perjalanan ini, yang ada hanya pria lugu yang menatap setitik tawa dari wanita luar biasa. Gua merasa mungkin ini adalah langkah awal sebelum nanti kita memulai langkah yang lebih serius dalam perjalanan hidup gua.  

“gua duluan ya”, kalimat itu keluar dari Airin
Hmm, tenyata kami uda sampai di rumah Airin. ahh, pendek banget si jarak tempat kursus ke rumahnya, walaupun sebenarnya jaraknya sekitar 3 kilo, gua rasa itu terlalu pendek. Ya Airin uda sampai ke rumahnya, itu artinya gua harus ngelanjutin perjalanan gua yang belum usai, masih ada 1 kilo lagi yang harus gua tempuh, SENDIRIAN !

Setelah perjalanan hari itu, besoknya gua sengaja gak minta jemput, ya kalian tau sendiri alasannya. Emang sedikit menimbulkan kecurigaan dari ortu gua kenapa gua tiba-tiba gak mau di jemput.

Jam pulang akhirnya datang juga. Gua tak pernah sesumringah ini saat jam pulang datang. Namun kejadian kemarin uda bener-bener bikin gua melambung bersama harapan. Dan seperti biasanya gua berdiri di pinggir jalan, dan untuk kali ini gua hanya lagi pura-pura nunggu jemputan. Gua liat ke belakang ternyata Airin juga lagi nunggu jemputan, hmm kayaknya bakalan dejavu ni.

“masih nunggu jemputan ya Rin ?” gua coba menyapanya
“iya ni,” Airin menjawab masih dengan wajah cantiknya
“gimana kalo nunggunya sambil jalan aja, siapa tau ntar papas an di tengah jalan”, gua coba memulai scenario keji ini.
“ya uda ayo, lagian gua juga bosen nunggu disini”, Airin benar-benar mengikuti scenario ini dengan baik.
Ok, langkah pertama uda berjalan sesuai harapan. Selanjutnya tinggal nikmatin aja perjalanan ini.  Namun, belum genap kaki ini melalui langkah ke 10, sebuah suara memanggil Airin.
“Rin, mau pulang ya ?”, terdengar suara itu berucap, yang ternyata adalah seorang cowok
“iya ni, ni lagi mau jalan bareng temen gua”, Airin menjawab seruan itu
“gimana kalo bareng gua aja, ni gua bawa motor”, balas cowok tersebut.
WHAT !!!, ni cowok mau ngajakin Airin pulang bareng ? hmm, ancaman nyata ni buat gua. Ayo Airin tolak aja ajakan dia *gua teriak dalam hati*. Namun sayangnya,

“ayo”, sahut Airin menanggapi ajakan itu

PRRRRAAAANNNGGG !!!!, hati gua hancur mendengar jawaban dari Airin itu. Skenario gua dengan diawali pengajuan permohonan agar gak usah di jemput ortu, ternyata berujung pada sad ending.

“gua pulang sama dia ya, lo gak apa-apa kan gua tinggal duluan ?”. pesan perpisahan dari Airin.
“gak apa-apa ko’, ntar juga paling ada ortu gua yang jemput”, gua berusaha terlihat tegar.

Perjalanan indah yang seakan mengitari taman bunga, kemarin, hari ini berubah seperti perjalanan mengarungi padang pasir gersang. Ya, satu hipotesis lagi yang bisa gua ambil. Ternyata ajakan dari hati yang tulus masih kalah dengan ajakan koboi dengan tunggangan kuda besi. Oke fix, AKU RA POPO.
Labels: Cinta Tanpa Judul

Thanks for reading Cinta Tanpa Judul, Part 3. Please share...!

6 comments on Cinta Tanpa Judul, Part 3

  1. gak sabar nih nunggu kelanjutanya hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha, makasie gan, uda ngikutin,
      gimana ni pendapatnya mengenai ceritanya ?

      Delete
    2. bagus sih mas trus mas mau tanya gimana sih biar bisa jadi pengagum rahasia yang handal kyk mas falah, minta tipsnya dong haha

      Delete
    3. ente harus punya ilmu kebal, kebal sakit hati, apalagi pas tau kalo yg dikagumin uda pnya pacar. mungkin ente bisa baca postingan saya yang ini
      http://falahbilayudha.blogspot.com/2013/05/miss-wednesday-morning-introduce_5.html
      in ceritanya tentang perjuangan saya menjadi pengagum rahasia selama 2,5 tahun

      Delete
  2. Ngenes bngt yud, ditunggu ya yg pas Masa kuliah :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. karna suatu alasan, kisah dimasa kuliah mungkin belum akan ditulis dalam waktu dekat

      Delete

Back To Top