Hola, ini adalah postingan lanjutan dari rangkaian ceribung gua yang berjudul "CINTA TANPA JUDUL". Buat kalian yang belum baca yang pertama, kalian bisa baca dengan klik disini. oke, selamat menimati karya gua, semoga kalian terhibur. Cekidot :
****
Beranjak ke masa SMP, masa dimana gua rasa gak terlalu
banyak kejadian luar biasa dalam perburuan cinta monyet gua. Lulus dengan cukup
meyakinkan di Sekolah Dasar, gua memilih SMP yang koordinatnya gak jauh dari rumah
gua. Ya jaman itu susah mau nyari sekolah yang terlalu jauh, soalnya tenaga
kaki yang mengayuh sepeda masih lebih dominan daripada deretan kuda besi di
jajaran parkir.
Walaupun
emang masa SMP ini gak terlalu banyak kisah cinta monyet, namun bukan berarti
gua gak mengalami yang namanya tragis bin ngenes yang harusnya bisa bikin
kalian nangis kalo mengetaui itu. Mungkin emang uda nasib gua hidup sebagai
pria separo tampan yang tak punya magnet cinta yang bisa bikin para wanita
untuk setidaknya menoleh sejenak ke arahku.
Oke,
kisah pertama gua adalah melanjutkan romantika dengan Tari, gadis tengik binti
kampret yang gua kenal saat masa memprihatinkan gua di SD. Pertengkaran demi
pertengkarang yang berujung dimana gua selalu nangis setelahnya justru bermuara
pada rasa suka yang setengah mendalam kepadanya. Mungkin ini adalah siklus alam
tentang cinta yang memang sering terjadi yaitu :
Musuhan ---> mulai muncul ketertarikan ---> Tumbuh Benih Cinta
| |
| |
| |
Putus ---> Berantem ---> Jadian
Seperti
itu lah siklus yang gua alami dengan Tari, bedanya seingat gua, antara gua dan
dia sama-sama gak pernah bilang “I love you”. Ntah apa yang membuat kita merasa
sedang pacaran walau tak pernah terucap kata cinta.
Kita
menjalani masa ini saat kita masih di kelas 1 SMP, walaupun kita berbeda kelas
tapi gua sering mencuri-curi kesempatan untuk sekedar ngeliat dia yang sedang
menatap penuh konsentrasi ke arah guru yang menjelaskan pelajaran. Hal yang
paling sering gua lakuin untuk mencuri pandang adalah dengan permisi ke toilet,
walaupun sebenarnya gua harus berlawanan arah dan mengambil jalan memutar biar
bisa sampai ke toilet. Tapi tak apa lah yang penting gua bisa liat tari untuk
1,33 detik saja.
Ntah
takdir ntah jodoh, gua lagi-lagi sekelas sama Riko di sini (gua harap kita
bukan jodoh). Namun setelah masa Era Sananta berakhir, kita gak pernah lagi
berada dalam jalur perburuan cinta yang sama. Bahkan Riko akan banyak membantu
Gua menemukan cinta pertama gua yang akan terjadi 3 tahun mendatang walaupun
seperti biasa, kisah itu akan berakhir dengan air mata untuk gua, hanya gua dan
memang hanya gua yang jadi pihak tersakiti dalam cinta piluh ini.
Namun
sebelum kita masuk ke masa itu, gua masih akan kembali ke masa kelas 1 SMP dan
perjalanan romantika ingusan dengan Tari. Masa yang paling gua ingat dengan
tari adalah masa dimana kita sama-sama mengayuh sepeda saat berangkat dan
pulang sekolah. Namun saat itu lah dimana gua seakan melupakan sahabat-sahabat
gua, karna saat itu yang gua perhatikan hanya Tari dan mengabaikan mereka, itu
lah dosa gua.
Dari
sebegitu banyak waktu yang gua dan Tari tempuh dengan mengayuh, ada satu hal
yang paling gua inget, yaitu saat tiba-tiba jiwa superman gua muncul di hadapan
Tari. Waktu itu di suatu pagi, gua Tari and beberapa teman gua lagi menikmati
kayuhan demi kayuhan menyusuri kampong. Hingga pada saat kita mau masuk ke
suatu gang. Gua langsung menghentikan rombongan ini,
“stop, biar gua yang didepan, di dalam sana banyak
anjingnya, jadi kalo anjingnya muncul biar gua aja yang ngadepin”..
Saat itu gua merasa kalo gua uda
menjadi seorang malaikat berwujud pria separo tampan. Namun sekarang gua pikir
ternyat gua itu goblok, mau-maunya gua ngorbanin diri gua Cuma buat cewek yang
gua anggap tengik binti kampret. Tapi ya itu lah cinta, kadang cinta bisa bikin
kita lupa kalo kita Cuma punya 1 nyawa.
Ada kisah memalukan yang
tersebunyi dibalik munculnya ke goblokan gua saat itu, yaitu gimana gua bisa
tau kalo di sana banyak anjingnya. Ok, gua akan flashback sedikit, semua itu
berawal saat gua and beberapa temen gua lagi kebut-kebutan pake sepeda. Saat
itu kita para pembalap cilik berjiwa licik nyobain masuk ke gang yang
sebelumnya kita gak tau berujung dimana. Sekitar 100 meter dari pintu masuk
gang, saat itu lah dari berbagai arah secara mengejutkan gerombolan anjing
sekitar 6 ah tidak gua rasa ada 10 anjing yang melakukan serangan fajar
membentuk formasi ultra offensive dan sudah mengunci target dan sialnya itu
adalah gua.
Kesialan seakan enggan menjauh
dari gua. Saat yang lain uda pada tancep gas menghindari serangan itu, rantai
sepeda gua mendadak keluar dari kodratnya (dibaca : putus rantai). Saat itu
untuk pertama kalinya gua tau kalo hari esok uda gak ada lagi, kisah cintaku
yang uda tragis haruskah kisah hidupku pun harus ditutup dengan lebih tragis.
Gua uda ngembayangin headline Koran besok adalah “seorang bocah korban asmara
ditemukan tak punya pacar dalam keadaan berlumuran kenangan”.
Di saat terjepit itu, insting
pria gua muncul, kalian tau apa yang gua lakuin ? gua nangis men. Ya Cuma itu
yang bisa gua lakuin. Dan sepertinya anjing-anjing ini merasa iba dengan mangsa
yang ada di depannya, dan memilih untuk pergi menjauh dan tak kan kembali.
Kisah cinta yang tragis di tambah
kehidupan keseharian yang tak kalah menggenaskan, bikin gua kepekiran
sebenernya nyokap gua dulu ngidam apa si ? sampai-sampai anaknya ini punya
pengalaman hidup yang tragis.
Walaupun antara gua dan Tari tak
pernah terucap kata “I LOVE YOU”, tapi kita sepakat bahwa ini adalah pengalaman
pertama kita pacaran. Begitupun saat kita putus, gak ada satupun dari kita yang
mengatakan “kita putus aja ya”, semua itu terjadi gitu aja, dimana kita mulai
gak pernah saling kontak, kita berusaha menghindar saat bertemu,padahal kita
gak pernah berantem.
Kita menjalani semua ini hanya
berdasarkan “mungkin dia suka gua” dan “mungkin kita uda gak bisa sama-sama
lagi”. Masa indah itu berawal di kelas 1 dan berakhirpun di kelas 1. Tapi kita
gak pernah punya tanggal kapan kita mulai saling mencintai, tak seperti
anak-anak alay sekarang yang menghafal semua tanggal-tanggal yang sebenarnya gak
penting dalam hubungan mereka, seperti tanggal pertama kali ketemu, tanggal
pertama kali berantem, bahkan mungkin ada yang mengingat tanggal pertama kali
mereka berkedip untuk ke 1000 kalinya secara bersama-sama.
Terus terang aja selama kita
berhubungan, kita gak pernah yang namanya malam mingguan bareng, ngerayain
valentine atau kegiatan-kegiatan yang umumnya dilakukan oleh orang pacaran.
Tanpa semua itu pun gua tetap bisa menikmati semua kisah yang tak ada yang
pertama kali membuka lembarannya dan yang terakhir menutup kisah ini. Sebuah
cinta tanpa diawali judul dan tanpa diakhiri salam penutup.
Meskipun Tari adalah pacar
pertama gua, dia bukan lah cinta pertama gua. Saat putus gua gak ada ngerasain
rasa sakit hati ataupun galau. Mungkin ini karna kadar cinta monyet gua ke Tari
uda kadaluarsa.
Karna sesungguhnya cinta pertama
gua adalah pacar kedua gua yang sekaligus cewe pertama yang bikin gua jatuh
sejatuh-jatuhnya kedalam jurang patah hati. Sebuah kepiluhan yang dibuat oleh
seorang gadis mungil yang memainkan sebuah instrument perih.
Labels:
Cinta Tanpa Judul
Thanks for reading Cinta Tanpa Judul, Part 2. Please share...!
di tunggu gan part-3nya..
ReplyDeleteok siph gan
Delete