Persembahan gua kesembilan untuk kalian yg setia baca cerita cinta gua yg gak penting ini. dan buat kalian yang belum baca dari awal, bisa langsung klik disini
Bel 3 kali, hal paling
menakutkan untuk didengar, ya itu karna bel 3 kali merupakan tanda bahwa
kegiatan paling membosankan sedunia akan dimulai, belajar dikelas. Kali ini
sejenak kita lupakan tentang kisah cinta gua yang gelap dan membahas mengenai
sekolah gua yang gak kalah suram.
nemu di : gambargambar.com |
Hari ini adalah hari pertama di tahun pelajaran baru di
kelas 3 SMP, taun akhir gua untuk menanamkan sesuatu yang baik dan meninggalkan
kenangan manis diantara banyaknya hal pahit yang meluluri perjalanan gua disini.
Ada yang sedikit berbeda di taun ini, susunan formasi emas para cecumuk
mendadak bubar dikarenakan kebijakan tak merakyat pemegang kekuasaan disekolah
ini. ya, kebijakan reshuffle anggota kelas memaksa kami untuk terpisah oleh
jarak, sepertinya kami akan mengalami LDR.
Barisan manusia ikan asin uda berbaris rapi di bawah
teriknya matahari pagi seakan menanti siapa yang akan digoreng pertama kali, padahal
ini hanyalah menunggu pengumuman dimana kami akan mengabiskan 5 jam kehidupan
harian kami. Yang gua takutin dari agenda reshuffle ini adalah jika gua gak
sekelas lagi sama Deni, bakalan nyontek ama siapa ni gua. Sebuah ketakutan dari
siswa goblok.
Satu per satu nama keluar dari toa yang berdekatan dengan
moncong mister Tomo “the killer”. Guru terhoror sepanjang sejarah pendidikan
gua. Walaupun selama ini gua gak pernah menjadi korban, setidaknya uda berulang
kali gua jadi saksi tampan dari aksi beliau.
Akbar adalah korban paling sering dari aksi pak Tomo. Gua
ambil contoh saat Akbar ntah secara sengaja atau gak datang terlambat kesekolah
dan saat itu setiap paginya pasti ada apel. Dan seperti juga yg mungkin terjadi
disekolahan lain jika ada yg telat pasti bakalan disuruh keluar barisan dan
maju. Akbar pun maju kearah pak Tomo yang emang tiap pagi menjadi inspektur
apel.
Malangnya hari itu Cuma dia yang telat. Mungkin sebagian kita akan mengira bahwa
Akbar hanya akan dijemur dan hormat ke bendera. Perkiraan gua salah, pak Tomo
mengambil sepatu yg sebelumnya melekat dikakinya dan menghantamkannya ke
punggung Akbar, agak sadis memang, tapi mungkin niatnya baik untuk beri
pelajaran ke anak-anak bandel.
Untungnya dijaman gua sekolah, gak ada tu mereka yg
melapor ke orangtuanya hanya karna mendapat hukuman dari guru. Gak seperti anak
sekarang yang menurut gua terlalu manja. Dicubit dikit aja masalahnya bisa
sampai ke polisi. Padahal kadang emang muridnya yang bikin kesalahan. Tapi
bukan berarti gua mendukung atas tindakan kekerasan guru ke murid, memang
sebaiknya ada bentuk hukuman lain untuk memberikan hukuman kepada murid yang
melanggar aturan, bisa aja dengan membersihkan toilet sekolah yang gua rasa
lebih berguna dan manusiawi.
Ahh, sudahlah lupakan hal itu. Balik lagi kita ke masalah
reshuffle. Mister Tomo mulai mengumumkan siapa yg masuk kelas D. Hingga 30 nama
yang disebutkan, gak ada satupun anggota cecumuk ini yang dipanggil. Masuk ke
kelas C, kegalauan mulai terjadi karna Riko ternyata harus di tempatkan disana,
berkuranglah personil ini. masuk kelas B, lagi personil ini harus pecah karna
Akbar dan Andra ternyata harus menjalani hidupnya disana. Dan yang tersisa
hanya gua, Deni dan Husein. Ahh kelegaan benar-benar gua rasakan karna gua
kembali bersama sang master Deni, gua gak perlu repot lagi mikir bakalan
nyontek ama siapa ntar karna sang juru selamat ada bersama gua.
Sampai saat itu gua gak menyadari sebenarnya ada muslihat
jahat yang gagal dari reshuffle ini. Hingga akhirnya Pak Yanto, guru matematika
gua yang memiliki perawakan tinggi dengan sepasang kaca besar menggantung
didepan matanya yang kata orang namanya kacamata masuk ke kelas gua.
“loh, kalian duduk bareng lagi ?”, Tanya Pak Yanto yang
memicingkan matanya kearah gua dan Deni. Uda jelas kalo pertanyaan ini untuk
kami berdua.
“iya pak, mungkin kami ditakdirkan bersama”, celetuk asal
Deni. *please jangan kira kami homo*.
“padahal, niatan guru untuk mengacak komposisi kelas
adalah biar kalian gak bareng lagi, kami ingin liat kemampuan sebenarnya Galih
kalo misalnya gak ada Deni”, sebuah testimony mengagetkan dari Pak Yanto.
Ntah benar atau gak, tapi setidaknya itu adalah rencana
keji untuk memisahkan dua “sahabat”. Selama ini apa yang keluar dari mulut Pak Yanto
gak selamanya benar. Pak Parto adalah guru pertama yang “mengelus” kepala gua
dengan batu cincin. Dan kejadian itu terjadi di kelas 1 di hari pertama masuk
SMP saat gua salah menjawab pertanyaan.
Walaupun gua punya memori buruk dengan beliau dan batu
cincinnya, gua malah bisa dibilang cukup dekat dengan beliau. Mungkin gua
kebawa kedekatan Deni yang memang masih punya hubungan sodara dengan Pak Yanto.
Dan saat SMP gua juga masih mencintai matematika, jadi gua emang cukup semangat
saat pelajaran Pak Yanto.
Namun cobaan berat gua bukanlah berasal dari Pak Yanto.
Masih ada killer teacher di balik tembok penjara dengan embel-embel pendidikan
yg kata orang namanya sekolah. Bu Ningsih, guru bahasa inggris gua adalah sosok
paling menakutkan bagi tiap siswa termasuk gua.
Memang cincin nikah yang memeluk jari manisnya belum
pernah mengelus kepala gua, tapi setidaknya cap merah selalu ada ditelinga gua
tiap kali pelajarannya. Ya, itulah efek dari kebodohan gua di pelajaran ini.
Ntah kenapa gua begitu bodoh kalo masalah bahasa inggris,
walaupun sebenarnya dipelajaran lain juga hampir-hampir mirip. Bahkan saat gua
dulu masih kursus bareng Airin *hmm, jadi keinget masa-masa bareng my bleeding
heart*. Ya, dibalik sesuatu yang manis pasti ada terselip kebusukan. Gua yang
notabene saat itu uda kelas 2 SMP di hancurkan jiwa raganya oleh bocah kelas 4
SD.
Saat itu ada sesi dimana Mister Helmi membaca sebuah
cerita singkat, setelah itu bertanya tentang cerita yang dibacakan itu, dan
selama 3 pertemuan gua jadi satu-satunya pesakitan yang gak bisa jawab
pertanyaan. Hingga tepat pada pertemuan ke 3, seorang bocah yang terlahir
dengan nama Kevin, dengan langkah tanpa dosa lewat depan kelas gua, dan
pergerakannya itu tertangkap oleh Mister Helmi yang ntah kenapa punya inisiatif
untuk nyuruh masuk.
“ok Kevin, saya akan membacakan sebuah cerita, setelah
itu saya akan mengajukan pertanyaan mengenai cerita itu” ujar Mister Helmi.
Dan sesaat setelah Mister Helmi membacakan cerita
sekaligus mengajukan pertanyaan. Secara ajaib bocah itu bisa menjawabnya hanya
dengan 1 hembusan nafas *uda kayak ijab Kabul aja*. Saat itu lah gua merasa
bener-bener terjatuh dan tak bisa bangkit lagi, aku tenggelam dalam lautan luka
dalam, aku tersesat dan tak tau jalan pulang, aku tanpamu butiran debu, *eh,
sori gagal focus*.
Aku rasa kenyataan itu lebih sakit daripada pukulan cris
john sekalipun. Trauma mendalam dari kejadian itu masih membekas dalam hatiku
*sori kalo lebai*. Mungkin kejadian itulah yang bikin gua kesulitan dalam
pelajaran bahasa inggris *alibi*.
Kehadiran Bu Ningsih menambah dalam rasa horror gua
terhadap pelajaran bahasa inggris. Pelajaran Bu Ningsih adalah pelajaran dimana
para siswa paling sering melihat ke arah jarum jam yang seperti polantas yang
terus bergerak tapi tak melakukan perpindahan posisi.
Kesan pertama gua bertemu dengan beliau pun tak seindah
pertemuan pertama gua dengan Airin, my bleeding heart yang selalu terkenang dalam
hati *tu kan malah nostalgila*. Hampir sama dengan Pak Yanto, pertemuan dengan
Bu ningsih pun diawali dengan gerakan mengelus tangannya di anggota tubuhku.
Bedanya kalo Pak Yanto mencoba mengakrabkan gua dengan batu cincinnya, Bu
Ningsih lebih ingin mengenalkan gua dengan jari jempol dan telunjuknya yang
menghimpit daun telinga gua dengan gerakan menjauh.
Di kelas gua bahkan sampai dibentuk tim pemantau dan tim
doa untuk menghadapi Bu Ningsih. Tim pemantau ini kerjanya adalah melihat dan
menghitung mundur kedatangan Bu Ningsih. Letak geografis kelas gua yang
bersampingan dengan parkiran membuat tim pemantau dapat melihat gerakan
kendaraan yang masuk, terutama gerakan kendaraan Bu Ningsih. Dan setiap ada
samar-samar suara motor akan datang, saat itu lah tim doa bekerja untuk
mendoakan bahwa sang penunggang motor itu bukan lah Bu Ningsih.
Mungkin ini terlihat sebagai ketakutan berlebihan, tapi
itu lah yang terjadi. Ketakutan setiap siswa dengan seorang guru yang
sebenarnya punya niatan mulia membebaskan gua dan para cecumuk ini lepas dari
penjara kebodohan. Dengan banyaknya ketakutan yang ditebar Bu Ningsih selama
pelajaran, harus diakui kemampuan bahasa inggris ku mengalami peningkatan.
Mungkin metode keras yang diterapkan beliau mampu mendobrak jalan buntu dalam
otak gua yang bikin gua selama ini tak lepas dari kebodohan.
*** Bersambung ***
Labels:
Cinta Tanpa Judul
Thanks for reading Cinta Tanpa Judul, Part 9. Please share...!
Mantep.. lanjutkan menulisnya, bisa jadi novel nih kalo byk part nya.
ReplyDeletemakasi mas, ya semoga aja deh, aamiin
Delete